April 30, 2020

thumbnail

MAKALAH KULIAH KONSEP TEORI AKUNTANSI

KONSEP DASAR

Karena dalam perekayasaan pelaporan keuangan bersifat deduktif dan normatif, penyimpulan harus dimulai dari suatu premis atau asumsi yang disepakati dan dianggap valid tanpa harus diuji kebenarannya. Akan tetapi,ada keyakinan bahwa premis tersebut biasanya berbentuk konsep dan dinyatakan secara eksplisit atau implisit. Dalam rerangka konseptualnya, misalnya FASB menyebut beberapa konsep seperti conservatism,subtance  over form, dan accrual basis.
 Konsep semacam itu sering disebut dengan berbagai nama yaitu postulat,asusmsi dasar,prinsip umum,aksioma,doktrin,konvensi,fundamental,premis dasar,dan kendala. Konsep tersebut secara umum disebut dalam buku ini sebagai konsep dasar.disebut konsep dasar karena kalau konsep tersebut dianut akan terdapat implikasi atau konsekuensi akuntansi tertentu.

Konsep dasar akuntansi menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Kerangka Dasar Penyajian dan Pelaporan Keuangan (KDPPLK) paragraf 22 dan 23 menyatakan bahwa asumsi dasar akuntansi berdasarkan dasar akrual dan kelangsungan usaha(going concern). Menurut International Financial Reporting Standards (IFRS) pada The Conceptual Framework for Financial Reporting paragraf 4.1, sebagai asumsi dasar akuntansi adalah hanya kelangsungan usaha. Sedangkan menurut Paton dan Littleton yang dikutip Suwardjono (2005), konsep dasar akuntansi terdiri dari, konsep kesatuan usaha (Entity Theory), kontinuitas usaha(going concern), penghargaan sepakatan, kos melekat(cost attach), upaya dan hasil(effort and accomplishment), bukti terverifikasi, dan asumsi.
Berbagai sumber manyajikan daftar konsep dasar yang berbeda-beda karena perbedaan persepsi terhadap arti pentingnya suatu konsep untuk disebut sebagai konsep dasar. Konsep dasar yang satu dalam banyak hal merupakan turunan atau konsekuensi dari konsep dasar lainnya.

I. KESATUAN USAHA
 Konsep ini menyatakan bahwa perusahaan dianggap sebagai suatu kesatuan atau badan usaha ekonomik yang berdiri sendiri, bertindak atas namanya sendiri, dan kedudukannya terpisah dari pemilik atau pihak lain  yang menanamkan dana dalam perusahaan dan kesatuan ekonomik tersebut menjadi pusat perhatian atau sudut pandang akuntansi.
 Berdiri sendiri dan bertindak atas namanya sendiri berati bahwa suatu kesatuan atau badan usaha diperlakukan sebagai orang (person). Dengan demikian, konsep ini mempersonifikasikan badan usaha dapat melakukan perbuatan hukum dan ekonomik (misalnya membuat kontrak atau memiliki aset). Atas nama badan tersebut dan bukan atas nama pemilik. Jadi, hubungan antara kesatuan usaha dan pemilik dipandang sebagai hubungan bisnis (hak dan kewajiban atau utang dan piutang). Pemisahan kedudukan kesatuan dan usaha dan pemilik berarti bahwa fungsi manajemen terpisah dengan fungsi investasi. Kesatuan usaha menjadi sudut pandang akuntansi berarti bahwa akuntansi berkepentingan dengan pelaporan keuangan kesatuan usaha bukan pemilik. Dengan kata lain,kesatuan usaha menjadi kesatuan pelapor yang bertanggung jelas kepada pemilik. Kesatuan usaha merupakan pusat pertanggungjelasan statement keuangan merupakan medium pertanggungjelasan.

 Sebagai implikasi dalam administrasi perusahaan yang baik, Suwardjono (1986) menyatakan bahwa menjadi hal yang sangat penting untuk memisahkan transaksi perusahaan dan transaksi pribadi. Dalam administrasi lainnya, terutama dalam memperlakukan biaya, semua biaya yang secara nyata terjadi dalam perusahaan adalah tepat untuk dicatat pertama kali sebagai bagian dari total kekayaan (aset atau aktiva) perusahaan. “Jadi, biaya pendirian perusahaan, biaya emisi saham, dan biaya yang ada hubungannya dengan hal tersebut adalah unsur aktiva perusahaan,(Suwardjono, 1986, hlm.5). Yang jelas konsep ini mendapat legitimasi dengan diakuinya dalam bentuk badan usaha Perseroan Terbatas (PT) secara hukum.



II. KELANGSUNGAN USAHA (GOING CONCERN)
 Postulat kelangsungan usaha (going concern) mengasumsikan bahwa perusahaan akan terus berlanjut sampai waktu yang tidak ditentukan. Implikasi asumsi ini, pada keadaan luar biasa, nilai laporan likuidasi untuk aset dan ekuitas adalah ‘pelanggaran’ atas konsep atau asumsi dasar ini. Sebab asumsi kelangsungan usaha mengasumsikan bahwa perusahaan akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang dan tidak untuk dilikuidasi dalam jangka pendek. Belkaoui (1992) menambahkan bahwa dengan adanya konsep ini (going concern) entitas akan melanjutkan operasinya cukup lama untuk mewujudkan proyek-proyeknya, komitmen, dan kegiatan yang sedang berlangsung.

Mengambil pokok pikiran Paton dan Littleton, Suwardjono (1986) berpendapat mengenai konsep ini bahwa data keuangan terus terjadi setiap waktu akibat aliran kegiatan yang berlangsung terus dalam perusahaan dan validitas data keuangan yang dilaporkan pada waktu tertentu seringkali harus diuji dengan jalannya kejadian pada waktu yang akan datang. Maka menurutnya, data keuangan yang dituangkan dalam laporan keuangan harus dianggap bersifat sementara dan bukannya bersifat final. Secara jelas Suwardjono (2005) menyatakan:

 

Konsep ini menyatakan bahwa kalau tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala, atau rencana pasti di masa datang bahwa kesatuan usaha akan dibubarkan atau dilikuidasi, maka akuntansi menganggap bahwa kesatuan usaha tersebut akan berlangsung terus sampai waktu yang tidak terbatas.(hlm.223)

Dasar pikiran adanya konsep kontinuitas usaha, Paton & Littleton yang dikutip Suwardjono (1986) didasarkan karena pertimbangan kepraktisan dan kemudahan dalam pelaksanaan akuntansi oleh karena jalannya operasi perusahaan di masa mendatang tidak dapat diduga secara pasti. Konsep ini berimplikasi terhadap laporan-laporan periodik. Selama perusahaan merupakan wadah aliran kegiatan yang tidak terputus-putus, maka proses pemenggalan aliran kegiatan ke dalam periode-periode fiskal atau akuntansi (yang merupakan periode laporan keuangan) berakibat memutus hubungan kegiatan yang saling berkaitan antara periode yang satu dengan yang lainnya. Alasan lainnya adalah karena dalam menghadapi ketidakpastian kelangsungan usaha, maka akuntansi menganut konsep ini atas dasar penalaran bahwa harapan normal atau umum pendirian perusahaan adalah untuk berlangsung terus dan berkembang, bukan untuk mati atau dilikuidasi.


III. USAHA DAN HASIL (CAPAIAN)
 Konsep ini menyatakan bahwa biaya merupakan upaya dalam rangka memperoleh hasil berupa pendapatan. Dengan kata lain, tidak ada hasil (pendapatan) tanpa upaya (biaya). Secara konseptual, pendapatan timbul karena biaya bukan sebaliknya pendapatan menanggung biaya. Artinya, begitu kesatuan usaha melakukan kegiatas produktif (yang direpresentsaikan dengan terhumpunnya kos) maka pendapatan dapat dikatakan telah berbentuk pula walaupun belum terealisasi. Secara teknis, kesatuan usaha harus menghasilkan atau menyediakan barang.
 Hal ini sejalan dengan pepatah jawa : Jer basuki mawa bea. Orang harus  melakukan upaya untuk dapat memperoleh hasil yang diinginkan. Atau jasa untuk menciptakan pendapatan dengan cara menyerahkan atau menukar barang/jasa tersebut. Konsep ini mempunyai beberapa implikasi.

IV. KOS MELEKAT
 Konsep ini menyatakan bahwa kos melekat pada objek yang direpresentasinya sehingga kos bersifat mudah bergerak dan dapat dipecah – pecah atau digabung-gabungkan kembali mengikuti objek yang dilekatinya. Berbagai kos mempunyai daya saling mengikat antara yang satu dengan yang lainnya mengikuti ikattan objek – objek yang disimbolkannya. Bila berbagai komponen digabung menjadi suatu objek atau barang baru, gabungan kos yang baru semata – mata merupakan penggabungan  berbagai kos yang melekat pada tiap komponen tanpa memperhatikan nilai ekonomik baru yang melekat pada barang baru.
 Dasar pikiran konsep ini adalah bahwa tujuan pengelompokan, pemecahan, dan pengabungan kos adalah untuk mengikuti alira upaya(effort) dalam menyediakan produk dan jasa. Produk biasanya mempunyai manfaat atau utility baru yang lebih besar. Daripada manfaat masing – masing komponen secara terpisah. Dalam mengikuti aliran tersebut, berbagai jenis kos sekedar dikelompokan kembali untuk menentukan kos yang melekat pada produk akhir. Nilai tambahan baru yang dikandung tidak dicatat.
 Kos melekat dilandasi oleh konsep yang disebut kos terkandung (embodied cost) yaitu kos yang benar – benar terkandung dalam suatu objek atau produk sebagai pasangan kos penggantian yaitu kos seandainya objek tersebut tidak ada dan harus diadakan sehingga maknanya sama dengan kos kesempatan. Jadi, untuk barang sebagai hasil akhir kegiatan produksi, kos terkandung adalah kos komponen yang melekat pada barang tersebut sedangkan kos pengantian adalah price-aggregate yang tidak jadi diperoleh kalau barang tersebut tidak ada (nila keluaran/harga jual) atau price-aggregate yang harus dikorbankan kalau perusahaan tidak memproduksi barang tersebut (nilai masukan). Jadi, kos melekat merupakan konsep dasar untuk mendukung bahwa bahan olah akuntansi adalah kos yang sesungguhnya terjadi.

V. BUKTI TERVERIFIKASI
 Konsep ini menyatakan bahwa informasi keuangan akan mempunyai tingkat kebermanfaatan dan keterandalan yang cukup tinggi apabila terjadinya data keuangan didukung oleh bukti – bukti yang objektif dan dapat diuji kebenarannya
(keabsahannya/keauntentifikannya). Objektivitas bukti harus dievaluasi atas dasar kondisi yang melingkupi penciptaan, pengukuran,  dan penangkapan atau pengakuan data akuntansi. Jadi, akuntansi tidak mendasarkan diri dari pada objektivitas mutlak melainkan pada objektivitas relatif yatu objektivitas yang paling tinggi pada waktu transaksi terjadid engan mempertimbangkan keadaan dan tersedianya informasi pada waktu tersebut.
  Setiap transaksi keuangan harus didukung oleh bukti transaksi yang kuat dan sah. Bukti trasnsaksi dapat timbul karena adanya transaksi pertukaran antara kesatuan usaha dengan pihak luar (pihak independen) atau karena diciptakan pleh pihak internal perusahaan atas dasar kebijakan. Bukti transaksi internal ini adalah bukti transaksi yang biasanya dalam penentuan jumlah rupiah tidak berdasarkan hasil tawar – menawar dengan pihak independen.

VI. SUBSTANSI LEBIH PENTING DIBANDINGKAN FORMAL
 Konsep ini menyatakan bahwa dalam menetapkan suatu konsep ditingkat perekayasaan atau dalam menetapkan standar di tingkat penyusun standar, akuntansi akan menekankan makna atau substansi ekonomik suatu objek atau kejadian daripada makna  yuridisnya meskipun makna yuridis mungkin menghendaki atau menyarankan perlakuan akuntansi yang berbeda. Sebagai contoh, suatu perusahaan perseorangan walaupun secara yuridis bukan merupakan suatu badan usaha, akuntansi tetap dapat memperlakukannya sebagai badan usaha. Sewaguna (lease) yang secara yuridis merupakan sewa – menyewa biasa,kalau kontrak tersebut memenuhi kriteria tertentu, kontrak tersebut harus dianggap sebagai pembelian sehingga nilai kontrak harus dikapitalisasi.
 Informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan wajar transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi, dan bukan hanya aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
 Akuntansi lebih mengutamakan substansi suatu transaksi bukan sekedar aspek legalnya saja. Sebagai contoh, pemerintah membeli sebidang tanah. Pada tanggal laporan keuangan pemerintah belum selesai mengurus balik nama atas kepemilikan tanah tersebut sehingga sertifikat tanah masih atas nama pemilik lama. Meskipun secara yuridis dan formalitas dokumen tanah tersebut bukan milik pemerintah, tetapi secara substansi merupakan tanah yang sudah dimiliki dan dikuasai pemerintah sehingga akuntansi mencatatnya dalam neraca.(Mahmudi, 2011:109).
 Berdasarkan pasal 55 ayat (2) Undang -  Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.05/2007 Tentang sistem akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, maka pimpinan instansi selaku pengguna anggaran/pengguna barang harus menyusun dan menyampaikan Laporan Keuangan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal, dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Lapoan keuangan meliputi laporan realisasi anggaran (LRA), neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan (CaLK). Laporan keuangan Instansi Pemerintah disusun dan disajikan berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Penyusun laporan keuangan bermanfaat bagi pimpinan instansi pemerintah dalam perencanaan, pengendalian, dan pengelolaan instansi pemerintah, sehingga laporan keuangan instansi pemerintah mengandung  unsur relevan, keandalan, kelengkapan, materialitas, pertimbangan sehat, dapat dibandingkan, substansi mengungguli bentuk, dapat dipahami, dan pertimbangan biaya dan manfaat. Hal tersebut yang membuat laporan keuangan instansi pemerintah memiliki karakteristik kualitatif.
 

Subscribe by Email

Follow Updates Articles from This Blog via Email

No Comments

Popular Posts

Blog Archive

About me

Berusaha untuk mencapai keinginan, berpandangan luas untuk menggapai cita-cita "Man Jadda wa jada"

Read More

Followers

Total Pageviews