December 02, 2019

thumbnail

Akuntansi Mudharabah

MAKALAH AKUNTANSI KOPERASI DAN SYARI’AH AKUNTANSI MUDHARABAH OLEH : 1. NURUL IHSANIL FANNI (A1C115082) 2. RIA AGUSTINA (A1C115094) 3. RIZKI HANDAYANI (A1C115096) 4. RYSMA FITRIA NINGRUM (A1C115099) 5. UTARI NURHIJJAH (A1C115109) KELAS C AKUNTANSI NON REGULER FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MATARAM 2016 AKUNTANSI MUDHARABAH A. Konsep Dasar Transaksi Mudharabah Secara teknis Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (Shahibul Mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya (Mudharib) sebagai pengelola. Keuntungan usaha ini dibagi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak, bila rugi maka akan ditanggung oleh pemilik modal selama bukan kelalaian dari pengelola. Bila kerugian disebabkan kecurangan pengelola maka sepenuhnya akan ditanggung oleh pengelola. Mekanisme transaksi Mudharabah yang dilakukan oleh oleh bank syariah bila diasumsikan sebagai shahibul mal dan nasabah sebagai mudharib adalah :  Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola usaha harus secara tunai, dapat berupa uang atau barang yang nilainya dinyatakan dengan satuan uang.  Hasil pengelolaan modal pembiayaan Mudharabah dapat dihitung dengan cara : - Pendapatan usaha. - Keuntungan usaha.  Hasil usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan akad, tiap bulan atau waktu yang telah disepakati. Bank akan menanggung semua kerugian kecuali kelalaian atau kecurangan dari pengelola.  Bank berhak melakukan pengawasan pada usaha namun tidak berhak mencampuri urusan usaha.  Jika nasabah melakukan cidera janji seperti tidak mau membayar kewajiban maka dapat dikenakan sanksi administrasi. B. Landasan Fiqh dan Fatwa DSN tentang Transaksi Mudharabah A. Landasan Al-qur’an dan Al-hadist 1. Al-qur’an “….. dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT…..”(Al Muzzammil: 20) “Apabila telah ditunaikan sholat maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT …..”(Al-Jumu’ah: 10) “Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu…..”(Al Baqarah: 198) 1. Al Hadist “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara nudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggungjawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun memperbolehkannya.”(HR Thabrani). C. Standar Akuntansi Keuangan Transaksi Mudharabah Penyempurnaan Akuntansi Mudharabah pada PSAK 105 PSK 105 : Akuntansi mudharabah merupakan penyempurnaan dari PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah (2002) yang mengatur mengenai Mudharabah. Bentuk penyempurnaan dan penambahan pengaturannya adalah sebagai berikut : 1. PSAK 105 berlaku untuk entitas yang melakukan transaksi Mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib). Namun, PSAK ini tidak berlaku untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad Mudharabah. 2. Sistematika penulisan secara garis besar disusun dengan memisahkan akuntansi untuk pemilik dana (shahibul maal) dan akuntansi untuk pengelola dana (mudharib) dalam transaksi Mudharabah. 3. Mudharabah yang dimaksud dalam PSAK ini terdiri dari Mudharabah mutlaqah, Mudharabah muqayyadah, dan Mudharabah musytarakah. 4. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk entitas sebagai pemilik dana penyempurnaan dilakukan untuk : a. Pengakuan investasi Mudharabah pada saat penyaluran daana syrkah temporer; dan b. Pengakuan keuntungan / kerugian atas penyerahan asset nonkas dalam investasi Mudharabah. 5. Pada bagian pengakuan dan pengukuran untuk akuntansi pembeli, penyempurnaan dilakukan untuk : a. Pengakuan dana syirkah temporer kelolaan; b. Pengakuan modal mudharib bersama-sama dengan modal pemilik dana (shahibul maal) dalam Mudharabah musytarakah. Karakteristik 1) Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana. 2) Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan Mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, dana yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer. 3) Dalam Mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain : 1. Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya; 2. Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; atau 3. Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga. 4) Pada prinsipnya dalam penyaluran Mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 5) Pengembalian dana syirkah temporer dapat dilakukan secara parsial bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad Mudharabah diakhiri. 6) Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menghasilkan keuntungan maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menimbulkan kerugian maka kerugian financial menjadi tanggungan pemilik dana. Prinsip Pembagian Hasil Usaha Pembagian hasil usaha Mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal Mudharabah. PENGAKUAN DAN PENGUKURAN ENTITAS SEBAGAI PEMILIK DANA 1) Dalam syirkah temporer yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi Mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset nonkas kepada pengelola dana. 2) Pengukuran investasi Mudharabah adalah sebagai berikut :  Investasi Mudharabah dalam bentuuk kas diukur sebesar jumlah dioberikan pada saat pembayaran;  Investasi Mudharabah dalam bentuk asset nonkas diukur sebesar nilai wajar asset nonkas pada saat penyerahan : 1. Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, diakui sebagai kerugian; 2. Jika niali wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad Mudharabah. 3) Jika nilai investasi Mudharabah turun sebelum usaha dimulai karena rusak, hilang, atau factor lain yang bukan kelalaian pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi Mudharabah. 4) Jika sebagian investasi Mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian terbut diperhitungkan pada saat bagi hasil. 5) Usaha Mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha Mudharabah diterima oleh pengelola dana. 6) Dalam investasi Mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan kegiatan Mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil. 7) Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh : 1. Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi; 2. Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang lazim dan / atau yang telah ditentukan dalam akad; atau 3. Hasil keputusan dari institusi yang berwenang. 8) Jika akad Mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi Mudharabah diakui sebagai piutang jatuh tempo. Penghasilan usaha 1) Jika investasi Mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati. 2) Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad Mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad Mudharabah berakhir, selisih antara : 1. Investasi Mudharabah setelah dikurangi penysihan kerugian investasi; 2. Dan pembelian investasi Mudharabah, diakui sebagai keuntungan atau kerugian. 3) Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi Mudharabah. 4) Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang jatuh tempo dari pengelola dana. ENTITAS SEBAGAI PENGELOLA DANA 1) Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akada Mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat. 2) Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer mutlaqah yang diterima maka entitas mengakui sebagai asset sesuai ketentuan pada paragraph 12-13. 3) Jika menyalurkan dana syirkah temporer muqayyadah yang diterima maka entitas tidak mengakui sebagai asset karena entitas tidak memiliki hak untuk menggunakan atau melepas asset tersebut kecuali sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemilik dana. Bagi hasil Mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti yang dijelaskan pada paragraph 11. 4) Hak ihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana. 5) Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana. Pedoman pencatatan dan pelaporan akuntansi transaksi mudharabah • Mudharabah menurut PSAK 59 adalah akad kerjasama usaha antara bank sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib dengan nisbah pembagian hasil menurut kesepakatan dimuka. • Rukun mudharabah : o Ada pemilik modal(shahibul maal) dan pegelola/pengusaha (mudharib) o Adanya modal(maal) o Kerja attau objek usaha (proyek) dan keuntungan serta sigot atau ijab dan qabul. o Mudaharabah terbagi menjadi mudharabah mutlaqah( mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengeoa dana dalam mengelola investasinya) dan mudharabah muqayyadah ( mudharabah dimana pemilik dana memberikan batsan kepada pengelola mengenai tempat, cara dan objek investasi. Jurnal 1. Pada saat bank membayar uang tunai kepada mudharib (Dr) pembiayaan mudharabah xx (Cr) kas xx 1. Pada saat bank menyerahkan aktiva non kas kepada mudharib 1. Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih rendah atas nilai buku. (dr) pembiayaan mudharabah 9sebesar nilai wajar) xx (dr) kerugian penyerahan aktiva xx (cr) aktiva non kas xx 1. Jika nilai wajar aktiva yang diserahkan lebih tinggi atas nilai buku. (dr) pembiayaan mudharabah (sebesar nilai wajar) xx (cr) aktiva non-kas (sebesar nilai buku) xx (cr) keuntungan penyerahan aktiva xx 1. Pengakuan biaya akad mudharabah 1. Saat terjadi biaya akad (dr) beban akad mudharabah xx (cr) kas xx 1. Jika biaya akad diakui sebagai beban Tidak ada jurnal 1. Jika berdasarkan kesepakatan dapat diakui sebagai pembiayaan (dr) pembiayaan mudharabah xx (cr) beban akad mudharabah xx 1. Apabila sebagian pembiayaan mudharabah dalam bentuk aktiva nonkas hilang sebelum dimulainya pekerjaan kaarena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adnaya kelalaian mudharib. (dr) kerugian pembiayaan mudahrabah xx (cr) pembiayaan mudharabah xx 1. Apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang setelah dimulainya pekerjaan karena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adanya kelalaian mudaharib Tidak ada jurnal 1. Penerimaan keuntunag mudharabah (dr) kerugian bagi hasi mudharabah xx (cr) pembiayaan mudaharabah xx 1. Pencatatan kerugian yang timbul bukan akibat kelalaian atau kesalahan mudharib (dr) kerugian bagi hasil mudaharabah xx (cr) pembiayaan mudharabah xx 1. Pencatatan kerugian yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan mudharib (Dr) piutang kepada mudharib xx (cr) pembiayaan mudharabah xx 1. Pelunasan pembiayaan mudharabah sebelum atau saat akad jatuh tempo (dr) kas xx (cr) pembiayaan mudharabah xx 1. Pengambilan modal mudharabah non kas dngan niai wajar lebih rendah dari nilai historis (dr) aktiva non kas xx (dr) kerugian penyelesaian pembiayaan mudharabah xx (cr)pembiayaan mudharabah xx 1. Pengembalian modal mudharbah non kas dengan nilai wajar lebih tinngi dari nilai historis (dr) aktiva non kas xx (cr) Keuntungan penyelesaian pembiayaan mudhrabah xx (cr) pembiayaan mudharabah xx 1. Pada saat akad mudharabah diakhiri sebelum jatuh tempo dan kerugian bukan karena kesalahan mudharabah maka kerugian tersebut mengurangi pembiayaan mudharbah. (dr) kerugian bagi hasil mudharabah xx (cr) pembiayaan mudharabah xx Kerugian Penurunan Asset Mudharabah Jika mengikuti alur pembiayaan pada ilustrasi 2, maka terdapat perbedaan perlakuan akuntansi antara modal kas dan nonkas. Berkaitan dengan penyediaan modal nonkas, jika terjadi penerunan modal aktiva sebelum diserahakan misalkan computer server yang rencananya dikirim kepada PT.JIT ternyata 30 unit diantaranya mengalami kerusakan akibat peristiwa kebakaran di gudang milik bank syariah IQTISADUNA sebelum diserahkan kepada PT.JIT. hal ini terjadi karena kelalaian bank syariah IQTISADUNA dalam melakukan pengamanan terhadap aktiva tersebut. Kerugian yang ditanggung bank syariah adalah sebesar Rp 60.000.00,-. Jurnal-jurnal yang dibuat bank syariah IQTISADUNA untuk transaksi tersebut antara lain : 1. Pada saat pembentukan cadangan kerugian piutang (sebagai contoh cadangan kerugian piutang yang dibentuk sebesar Rp 75.000.000) (Dr) beban penyisihan kerugian piutang pembiayaan mudharabah Rp 5.000.000 (kr) penyisihan kerugian piutang pembiayaan mudharabah Rp 5.000.000 1. Pada saaat penghapusbukuan cadangan kerugian piutang sebagai akibat hilangnya/rusaknya asset mudharabah (Dr) penyisihan kerugian piutang pembiayaan mudharabah Rp 60.000.000 (Kr) pembiayaan mudharabah Rp 60.000.000 Pembayaran Angsuran Pembiayaan Mudharabah (Pokok Pembiayaan) Pengembalian modal pembiayaan mudharabah oleh mudharib dapat dilakukan sesuai kesepakatan, secara sekaligus pada masa akhir akad atau dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan mudharib. Setiap pembayaran kembali atas pembiayaan mudharabah akan mengurangi saldo pembiayaan mudharabah. Khusus untuk pembayaran modal pembiayaan mudharabah dengan system cicilan perlu memperhatikan penurunan proporsi modal milik shohibul maal karena penurunan modal akan membawa konsekuensi penurunan nisbah bagi hasil yang sejalan dengan penurunan modalnya. Sebagai contoh PT. JIT sepakat melakukan pembayaran modal pembiayaan mudharabah secara bertahap sebanyak tiga kali dengan komposisi : 1. Akhir tahun pertama akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 250.000.000 2. Akhir tahun kedua akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 250.000.000 3. Akhir athun ketiga akan dikembalikan modal mudharabah sebesar Rp 500.00.000 Pembayaran modal Saldo pembiayaan mudharabah Nisbah Bank Nasabah Awal tahun Rp 0 Rp 1.000.000.000 40 60 Akhir tahun pertama Rp 250.000.000 Rp 750.000.000 30 70 Akhir tahun kedua Rp 250.000.000 Rp 500.000.000 20 80 Akhir tahun ketiga Rp 500.000.000 Rp 0 0 100 Prinsip yang digunakan pada perhitungan adalah prinsip keadilan dimana modal yang dikembalikan kepada shohibul maal pada dasarnya merupakan pengurang investasinya sehingga nisbah yang menjadi hak shohibul maal juga menurun sejalan dengan penurunan modalnya. Misalnya pada tahun ke-2 sebelum pengembalian modal yang kedua, PT. JIT mendapatkan laba sebesar Rp 100.000.000,- maka bagian hak shohibul maal adalah 30% saja yaitu Rp 30.000.000,- karena pada akhir tahun pertama PT. JIT telah mengembalikan modal sejumlah Rp 250.000.000. Sedangkan untuk pencatatan dalam jurnal dalam pembayaran angsuran pembiayaan mudharabah (pokok pembiayaan) bisa dalam bentuk uang kas/tunai atau modal non kas. Dalam kasus diatas diilustrasikan bahwa PT. JIT mengembalikan modal kas sebesar Rp 250.000.000,- maka jurnalnya menjadi : (Dr) kas rekening PT.JIT Rp 250.000.000 (Kr) pembiayaan mudharabah Rp 250.000.000 Jika PT. JIT mengembalikan 20 buah computer server senilai Rp 40.000.000,- maka jurnalnya menjadi: (Dr) persediaan aktiva mudharabah Rp 40.000.000 (Dr) kerugian penyerahan aktiva Rp 10.000.000 (Kr) pembiayaan mudharabah Rp 50.000.000 Catatan : kerugian penyerahan aktiva dimaksudkan untuk mengeliminasi keuntungan yang sudah diakui pada saat penyerahan awal aktiva mudharabah non kas. Pengakuan Bagi Hasil (Profit Loss Sharing) Mudharabah Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan fatwa nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang prinsip distribusi hasil usaha dimana lembaga keuangan syariah boleh menggunakan prinsip revenue sharing (bagi pendapatan) maupun profit loss sharing (bagi untung/rugi).Menurut fatwa tersebut dilihat dari sisi kemaslahatan, pembagian hasil usaha sebaiknya menggunakan prinsip revenue sharing.Penentuan penggunaan prinsip yang dipilih harus disepakati pada awal akad. Dalam pembagian hasil usaha mempergunakan prinsip revenue sharing, shohibul maal tidak pernah mengalami kerugian kecuali usaha mudharib dililuidasi dimana jumlah aktiva lebih kecil dari kewajibannya.Dengan prinsip ini belum pernah terjadi pendapatan yang negative karena sekecil-kecilnya pendapatan adalah nol (tidak ada pendapatan), sehingga apabila hal tersebut terjadi maka modal yang dikembalikan sejumlah modal awal yang diberikan (tidak ada penambahan modal). Sedangkan prinsip profit/loss sharing dilakukan dengan menggunakan perhitungan kinerja secara berkala untuk memperhitungkan pendapatan yang dikurangi biaya-biaya sehingga menghasilkan keuntungan atau kerugian tergantung mana yang lebih besar. Untuk mendukung hal ini, mudharib perlu menyusun laporan pengelolaan dana mudharabah jika ternyata modal yang digunakan oleh mudharib tidak berasal dari satu unsur saja sehingga perlu memisahkan porsi alokasi penggunaan dana mudharabah. Dalam praktiknya tidak mudah bagi mudharib menyusun laporan ini secara berkala karena melibatkan beberapa variable dan tidak mudah juga bagi shohibul maal untuk melakukan pengawasan untuk memastikan beban-beban yang dialokasikan untuk pengelolaan dana mudharabah. Prinsip profit/loss sharing memerlukan kejujuran diantara kedua belah pihak., lebih khusus bagi mudharib selaku pengelola dana sehingga tidak banyak perbankan syariah yang menggunakan prinsip ini untuk mengadakan pembiayaan mudharabah. Dalam pembiayaan mudharabah melewati satu periode pelaporan.Laba pembiayaan mudharabah diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai dengan nisbah sesuai yang disepakati; dan rugi yang terjadi diakui dalam periode terjadinya rugi tersebut dan mengurangi saldo pembiayaan mudharabah. Pengakuan laba/rugi mudharabah dalam praktinya dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil dari pengelola dana yang diterima shohibul maal. Hal mendasar yang perlu diketahui tentang pembagian laba atau rugi mudharabah, sesuai dengan prinsip mudharabah adalah pembagian laba yang dilakukan antara shohibul maal dan mudharib sesuai dengan nisbah yang disepakati sedangkan kerugian yang bukan kelalaian mudharib merupakan tanggungan shohibul maal.Sebaliknya jika kerugian akibat kelalaian mudharib merupakan tanggungan shohibul maal.Sebaliknya jika kerugian akibat kelalaian mudharib, maka kerugian dibebankan kepada mudharib tanpa mengurangi modal mudharabah milik shohibul maal. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, namun dalam pelaksanaannya tidak mudah memutuskan bahwa mudharib lalai atau tidak dalam kasus kerugian pengelolaan mudharabah. Paling tidak, untuk menentukan derajat kesalahan maupun kelalaiaan mudharib perlu diperkuat dengan fakta-fakta sebagai berikut : 1. Tidak terpenuhinya persyaratan yang ditentukan dalam akad 2. Tidak terdapat kondisi diluar kemapuan (force major) yang lazim dan/atau telah ditentukan dalam akad; atau 3. Hasil keputusan dari badan arbitrase syariah atau pengadilan agama setempat 1). Kasus Pengakuan Laba Kasus ini menggunakan informasi yang terdapat dalam ilustrasi 1 akad mudharabah antara bank syariah IQTISADUNA dan PT. jogja information technology (JIT) dengan pembiayaan sebesar Rp 10.000.000,- dan nisbah 40:60. Atas pengelolaan dana mudharabah tersebut PT. JIT mencatat laba bersih sebesar Rp 10.000.000,- pada tahun pertama dan segera dibagihasilkan kepada bank syariah IQTISADUNA pada awal tahun kedua akad. Adapun pembagian porsi untuk masing-masing pihak adalah sebagai berikut : Shohibul maal (bank) = 40%xRp100.000.000 Rp 40.000.000 Mudharib (PT. JIT) = 60%xRp 100.000.000 Rp 60.000.000 Jumlah yang dibuat oleh bank sayriah IQTISADUNA pada saat menerima bagi hasil tersebut adalah sebagai berikut : (Dr) kas/rekening PT JIT Rp 40.000.000 (Cr) pendapatan bagi hasil mudharabah Rp 40.000.000 2). Kasus Pengakuan Rugi Jika PT. JIT mengalami kerugian pada tahun pertama sebesar Rp 100.000.000,- dan berdasarkan fakta yang disepakati antara kedua belah pihak terungkap bahwa kerugian terjadi karena bencana alam sehingga mengakibatkan rusaknya sebagian aktiva mudharabah dan diluar kemampuan mudharib untuk menghindarinya, maka jurnal yang dibuat bank syariah IQTISADUNA atas kejadian tersebut adalah : 1. Pada saat pembentukan cadangan kerugian pembiayaan mudharabah (Dr) beban penyisihan kerugian pembiayaan mudharabah Rp 100.000.000 (Cr) penyisihan kerugian mudharabah Rp 100.000.000 1. Pada saat penghapusbukuan pembiayaan mudharabah (Dr) penyisihan pembukuan mudharabah Rp 100.000.000 (Cr) pembiayaan mudharabah Rp 100.000.000 1. Pada saat kerugian diakibatkan kesalahan/kelalaian dari PT. JIT Bank syariah IQTISADUNA tidak mencatat kejadian ini dalam jurnal karena kerugian yang diakibatkan oleh pengelola dana (mudharib ) menjadi beban dari pengelola dana tanpa mengurangi investasi mudharabah bank syariah IQTISADUNA. Kerugian yang diakibatkan penghentian pembiayaan mudharabah yang terjadi sebelum masa akad berakhir, maka kerugian tersebut diakui sebagai pengurang pembiayaan mudharabah. Sedangkan kerugian pengelolaan yang timbul akibat kelalaian/kesalahan mudharib akan dibebankan kepada pengelola dana (mudharib). Pengurang pembiayaan mudharabah dapat dilakukan dengan metode langsung yaitu mengurangi saldo perkiraan pembiayaan mudharabah atau dapat juga dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan cara pembentukan cadangan penghapusan pembiayaan mudharabah yang merupakan perkiraan pengurang (contra account) dari pembiayaan tersebut. 3). Kasus Bagi Hasil Belum Direalisasikan Jika PT. JIT mengakui adanya keuntungan dalam pengelolaan pembiayaan mudharabah sebesar Rp 100.000.000,- dan sampai saat yang ditentukan ternyata PT. JIT belum membayarkan bagian bagi hasil yang menjadi hak bank syariah IQTISADUNA sebesar Rp 40.000.000,- maka bank syariah IQTISADUNA akan mengakui kejadian tersebut dalam jurnal sebagai berikut : (Dr) piutang kepada mudharib Rp 40.000.000 (Cr) pendapatan mudharabah Rp 40.000.000 Penyelesaian Akad Mudharabah Sebelum Jatuh Tempo Mudharabah akan diakhiri baik dengan perjanjian diantara kedua belah pihak, karena keinginan kedua belah pihak atau dengan alas an force majour seperti kerugian karena bencana alam atau kematian salah satu pihak. Beberapa hal yang diatur dalam hal ini adalah sebagai berikut : 1) Mudharib harus mengembaliakn modal kepada pemilik dana dan apabila mudharib tidak melaksanakannya maka mudharib tersebut dianggap melanggar akad. Jumlah dana yang menjadi saldo pembiayaan mudharabah akan berubah menjadi “piutang jatuh tempo mudharib”. 2) Jiak akad mudharabah berakhir dan masih terdapat beberapa modal non kas berupa barang yang memiliki nilai jual tertentu, maka kedua belah pihak berhak untuk menjual dan membagi hasil penjualan menurut proporsi yang disepakati bersama dengan tetap menghitung saldo pembiayaan serta keuntungan atau kerugian yang ditanggung dari pelaksanaan akad mudharabah tersebut. 3) Apabila salah satu pihak meminta berhenti dari akad mudharabah dan digantikan dengan pihak lain yang disepakati kedua belah pihak, maka perlu dilakukan perhitungan terhadap status saldo pembiayaan, hak shohibul maal dan mudharib, maupun keuntungan dan kerugian untuk menghasilkan suatu proporsi baru antara kedua belah yang akan memperbaharui akad. 4) Dalam hal kedua belah pihak sepakat untuk melakukan pengembalian modal, maka proporsi keuntungan atau kerugian harus dihitung secara pasti pada setiap pembayaran. Jika terdapat pertimbangan tertentu misalnya mudharib sudah tidak dapat dipercaya lagi atau mudharib banyak melakukan pelanggaran akad, maka shohibul maal dapat menghentikan pembiayaan mudharabah baik pada saat akad sudah jatuh tempo. Status saldo pembiayaan mudharabah akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada mudharib. Contoh kasus misalnya terjadi perubahan peraturan pemerintah yang berakibat pada penghentian kegiatan PT. JIT apdahal akad mudharabah belum jatuh tempo, maka bank syariah IQTISADUNA segera menghitung saldo pembiayaan dan meminta laporan keuangan terakhir dari PT. JIT. Saldo pembiayaan mudharabah yang dicatat oleh bank adalah sebesar Rp 300.000.000,- sedangkan PT. JIT melaporkan kerugian untuk periode berjalan sebesar Rp 50.000.000,-. Sisa pembiayaan tidak dapat diselesaikan oleh PT. JIT sehingga bank syariah IQTISADUNA mencatatnya dalam jurnal sebagai berikut : (Dr) piutang mudharib Rp 250.000.000 (Dr) penyisihan kerugian pembiayaan mudharabah Rp 50.000.000 (Cr) pembiayaan mudharabah Rp 300.000.000 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) PSAK 59 paragraf 150 menyatakan bahwa penyisihan kerugian aktiva produktif dan piutang yang timbul dari transaksi aktiva produktif dibentuk sebesar estimasi kerugian aktiva produktif dan piutang yang tidak dapat ditagih sesuai dengan denominasi mata uang aktiva produktif dan piutang yang diberikan. Standar ini adalah merujuk pada peraturan bank Indonesia yaitu tentang kualitas aktiva produktif (KAP) bagi bank syariah (PBI No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 mei 2003) dan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) bagi bank syariah (PBI o. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003). Setelah dianalisis oleh perusahaan appraisal, ditentukan bahwa porsi yang harus disisihkan untuk penyisihan mudharabah PT. JIT adalah Rp. 240.000.000,- setiap tahunnya. Jurnal yang dibuat oleh bank syariah IQTISADUNA adalah sebagai berikut : (Dr) beban penyisihan kerugian mudharabah Rp 240.000.000 (Cr) penyisihan kerugian mudharabah Rp 240.000.000 Pada saat piutang dianggap non-performing (Dr) penyisihan kerugian mudharabah Rp 230.000.000 (Cr) piutang mudharabah Rp 230.000.000 Pada saat penghapusan sisa penyisihan penyisihan : (Dr) penyisihan kerugian mudharabah Rp 10.000.000 (Cr) beban penyisihan kerugian mudharabah Rp 10.000.000 AKUNTANSI PENGELOLA DANA (MUDHARIB) Lembaga Keuangan Syariah (LKS) merupakan pihak pengelola dana (mudharib) yang berkewajiban untuk mengemban amanah nasabah deposan (shohibul maal) dengan selalu memegang prinsip kehati – hatian dan mempertanggungjawabkan pengelolaan dana tersebut. Paragraf 25 PSAK 105 menjelaskan bahwa: Dana yang diterima dalam akad Mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar asset non kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat. Dana syirkah temporer, sebagai pengganti Investasi Tidak Terikat (PSAK 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah) mengakomodasi danamudharabah mutlaqah. LKS (Perbankan Syariah, BMT dan Koperasi Syariah) memiliki keleluasaan untuk menyalurkan dana ke sektor – sektor yang dinilai menguntungkan dimana masing – masing memiliki produk tabungan dan deposito dengan nisbah yang bervariasi menurut jangka waktu pengendapannya. Namun hal ini tidak bersifat kaku karena nisbah dapat dinegosiasikan dengan nasabah, LKS harus menjelaskan prinsip dan perhitungan bagi hasil yang digunakan pada awal akad. Model Perhitungan Distribusi Bagi Hasil Usaha LKS Perhitungan distribusi bagi hasil usaha oleh LKS mengacu pada ketentuan dasar Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) sebagai otoritas yang memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa – fatwa yang berkaitan dengan akad transaksi syariah. Dalam Fatwa No.15/DSN-MUI/XI/2000 terdapat beberapa ketentuan, antara lain; 1) Lembaga Keuangan Syariah (LKS) boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam pembagian hasil usaha dengan mitra /nasabahnya 2) Dari segi kemaslahatannya (al-ishlah), pembagian hasil usaha sebaiknya menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) 3) Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad. Penggunaan revenue sharing lebih mudah karena LKS hanya menghitung pendapatan yang diterima kemudian hasilnya dibagikan kepada nasabah sesuai kontribusi masing – masing daripada profit sharing yang masih memperhitungkan pendapatan dan biaya – biaya yang digunakan. SISTEM BAGI HASIL Lembaga keuangan syari’ah di Indonesia, khususnya perbankan syariah, belum menerapkan prinsip profit sharing, mengingat kesulitan menghitung beban – beban dalam pengelolaan danamudharabah (Wiroso, 2005:123). Pada bank –bank syariah di dunia, terdapat dua instrumen yang digunakan dalam distribusi bagi hasil, yaitu nasabah dan bobot. Namun hingga saat ini belum ada keseragaman satu sama lain, mengingat terdapat beberapa faktor perhitungan yang dipertimbangkan, antara lain: 1) Besaran kontribusi investasi (pembobotan sumber dana) Adalah jumlah atau prosentase yang diputuskan oleh bank sebagai landasan besaran dana yang dapat diinvestasikan. 2) Penentuan jenis sumber dana yang diikutsertakan dalam perhitungan distribusi hasil usaha (profit distribution); merupakan unsur yang penting karena jumlah sumber dana ini yang akan berdampak terhadap penyaluran dan pendapatan yang akan diperoleh dengan pola; 1. Dana prinsip mudharabah mutlaqah saja; pendapatan yang dibagihasilkan adalah pendapatan yang berasal dari pengelolaan dana mudharabah mutlaqah 2. Total sumber dana pihak ketiga (prinsip wadiah dan mudharabah mutlaqah) 3. Total sumber dana (prinsip wadiah di mudharabah dan modal) 3) Jenis penyaluran dana dan pendapatan yang terkait 1. Prioritas penyaluran (penyaluran utama dan penyaluran lainnya) Bank syariah menetapkan penyaluran utama meliputi penyaluran dengan prinsip bagi hasil dan penyaluran lain seperti Sertifikat Investasi Bank Indonesia (SIMA) atau Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI) Konsep dan Mekanisme Perhitungan Bagi Hasil Usaha LKS Berbeda dengan konsep bunga pada lembaga keuangan konvensional, konsep bagi hasil yang diterapkan pada lembaga syariah adalah sebagai berikut: 1) Pemilik dana menginvestasikan dananya yang melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang bertindak sebagai pengelola dana. 2) Pengelola (LKS) mengelola dana tersebut dengan menggabungkan dana dengan sumber lain (modal dan dana titipan (wadiah) untuk selanjutnya diinvestasikan ke beberapa proyek, usaha, atau pembiayaan yang layak dan ber-aspek syariah. 3) Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerja sama, nominal, nisbah dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut. 4) Pembiayaan yang diberikan LKS akan menghasilkan pendapatan berupa Tata Cara Perhitungan Bagi Hasil LKS a) Menghitung saldo rata – rata harian (SRRH) sumber dana sesuai klasifikasi dana yang dimiliki b) Menghitung saldo rata – rata tertimbang sumber dana yang telah diinvestasikan c) Menghitung total pendapatan yang diterima dalam periode berjalan dari dana operasi dan pembiayaan lain yang menggunakan dana mudharabah d) Membandingkan antara jumlah sumber dana dengan total pembiayaan yang telah tersalurkan untuk mnghitung porsi pendapatan yang akan dibagihasilkan e) Mengalokasikan total pendapatan yang dibagihasilkan ke masing – masing klasifikasi dana yang dimiliki sesuai data saldo rata – rata tertimbang f) Mengalokasikan pendapatan yang sudah dihitung untuk setiap sumber dana sesuai dengan nisbah yang disepakati g) Mendistribusikan bagi hasil sesuai dengan nisbah masing – masing pemilik dana sesuai jenis sumber dana yang dimiliki h) Menjurnal distribusi bagi hasil usaha sebagai bagian dalam penyusunan laporan keuangan Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil merupakan rekonsiliasi pendapatan LKS yang menggunakan accrual basis dan pendapatan yang dibagihasilkan kepada pemilik dana yang menggunakan cash basis. Jumlah dana yang dibagihasilkan harus menggunakan perhitungan basis kas. Laporan rekonsiliasi ini menyajikan bebrapa hal, antara lain: 1. Pendapatan usaha utama, seperti jual beli, syirkah, sewa/sewa beli yang menggunakan dana dari pemegang rekening mudharabah mutlaqah 2. Penyesuaian atas: 1. Pendapatan usaha utama periode berjalan yang kas atau setara kas nya belum diterima 2. Pendapatan usaha utama periode sebelumnya yang kas atau setara kas nya diterima di periode berjalan 3. Pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil 4. Bagian LKS atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil 5. Bagian pemilik dana atas pendapatan yang tersedia untuk bagi hasil: 1. Bagi hasil yang sudah didistribusikan ke pemilik dana 2. Bagi hasil yang belum didistribusikan ke pemilik dana Sumber: Muhammad, Rifqi.2008.Akuntansi Keuangan Syariah.Yogyakarta:P3EI https://senyummu13.wodrpress.com/2012/04/13/akuntansi-transaksi-mudharabah/, diakses pada tanggal 20 desember 2016.                           

November 17, 2019

thumbnail

MAKALAH AKUNTANSI KOPERASI DAN SYARIAH AKUNTANSI IJARAH

Konsep Dasar Transaksi Ijarah
Al ijarah berasal dari kata al ajru yang berarti al iwadhu (ganti). Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui upah pembayaran sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership / milkiyah) atas barang itu sendiri. Ijarah berarti lease contract dimana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equispment) kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya (fixed charge). 
B. Standar Akuntansi Keuangan tentang Akuntansi Ijarah
Standar akuntansi keuangan yang mengatur tentang akuntansi ijarah termuat dalam PSAK 107 sebagai pengganti PSAK 59 paragraf 105-129b: Akuntansi Syariah yang berhubungan dengan perlakuan akuntansi untuk pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan atas transaksi ijarah.
Beberapa hal yang diatur dalam PSAK 107, antara lain sebagai berikut:
1. Tujuan, Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah.
2. Ruang Lingkup Pemberlakuan
Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi ijarah serta mencakup pengaturan untuk pembiayaan multijasa yang menggunakan akad ijarah, namun tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad ijarah
3. Definisi
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
IMBT adalah ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan obyek ijarah pada saat tertentu.
Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arms length transaction). Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud. Umur manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan akan digunakan atau jumlah produksi/unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari aset.
Wa’ad adalah janji dari satu pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu.
1. Karakteristik
2. Ijarah merupakan sewa-menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan manfaat yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’aduntuk memindahkan kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
3. Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik kepada penyewa dalam IMBT, dilakukan jika seluruh pembayaran sewa atas objek ijarah yang dialihkan telah diselesaikan dan obyek ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad terpisah secara:
a. Hibah;
b. Penjualan sebelum akad berakhir sebesar sebanding dengan sisa cicilan sewa atau harga yang disepakati;
c. Penjualan pada akhir masa ijarah dengan pembayaran tertentu sebagai referensi yang disepakati dalam akad; atau
d. Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.
1. Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian.
2. Jumlah, ukuran, dan jenis obyek ijarah harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad. 
e. Pengakuan dan Penyajian
Akuntansi Pemilik (Mu’jir)
Biaya Perolehan
Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan obyek yang berupa aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.
Penyusutan
Obyek ijarah, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).
Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Umur ekomonis dapat berbeda dengan umur teknis.Misalnya, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun diijarahkan dengan akad IMBT selama 5 tahun. Dengan demikian umur ekonomisnya adalah 5 tahun.
Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset tetap sesuai dengan PSAK 16: Aset Tetap dan amortisasi aset tidak berwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.
Pendapatan dan Beban
Beberapa ketentuan pengakuan dan pengukuran pendapatan dan beban dari sudut pandang pemilik aset, antara lain sebagai berikut:
a. Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa.
b. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan.
c. Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah sebagai berikut:
- Biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya;
- Jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya; dan
- Dalam IMBT melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan obyek ijarah yang dimaksud dalam huruf (1) dan (2) ditanggung pemilik maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas obyek ijarah.
d. Biaya perbaikan obyek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik.
Perpindahan Kepemilikan
Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam IMBT dengan cara:
f. Hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;
g. Penjualan sebelum berakhirnya masa, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
h. Penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian;
i. Penjualan objek ijarah secara bertahap, maka:
Selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian objek ijarah yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian; sedangkan
Bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.
D. Aplikasi Akuntansi Transaksi Ijarah 
AKUNTANSI PEMILIK
BPRS ALBARAKAH mendapatkan pengajuan pembiayaan ijarah dari sebuah perusahaan Rental Mobil PT. RENCARINDO. Perusahaan tersebut bermaksud menambah 1 buah armada kendaraan jenis Toyota All New Camry keluaran tahun 2008 untuk melayani konsumen kelas menengah atas di jakarta. Adapun speesifikasi kendaraan yang dimaksud dan informasi lain berkaitan dengan akad adalah sebagai berikut:
Jenis Kendaraan                     :    Sedan
Merek                                     :    TOYOTA ALL New CAMRY
Kapasitas Mesin                     :    4000 cc
Tahun Pembuatan                   :    2008
Dealer                                     :    PT. Toyota Astra Motor (TAM)
Umur Ekonomis                     :    5 tahun (60 bulan)
Harga Perolehan                     :    Rp 500.000.000,00 (on the roads)
Uang Muka Sewa                   :    Rp   50.000.000,00
Sewa Per Bulan                      :    Rp   15.000.000,00
Jangka Waktu Sewa               :    4 tahun (48 Bulan)
Waktu Pembelian Barang       :    Bulan ke-48
Biaya Notaris                         :    Rp     5.000.000,00
Ilustrasi 1. Pada saat perolehan obyek yang akan disewakan
Pada tanggal 2 januari 2008, BPRS ALBARAKAH membeli mobil sedan Toyota All New Camry dengan harga dan biaya-biaya lain yang ditanggung (OTR) sebesar Rp 500.000.000,00. Atas pembelian mobil tersebut BPRS ALBARAKAH mencatat dalam jurnal sebagai berikut:
Aset Ijarah                                    Rp 500.000.000,00
Kas/Rekening PT. TAM                                           Rp 500.000.000,00
Ilustrasi 2. Pada saat transaksi IjarahPada tanggal10 januari 2008, BPRS ALBARAKAH mnelakukan transaksi ijarah dengan PT. RENCARINDO dan atas transaksi tersebut BPRS mencatat dalam jurnal sebagai berikut:
Aset yang Diperoleh untuk Ijarah                Rp 500.000.000,00
Aset Ijarah                                                               Rp 500.000.000,00
Catatan: pencatan ini dilakukan untuk memberikan informasi dalam neraca bahwa rekening aset ijarah hanya digunakan untuk aset ijarah yang belum disewakan kepadda pihak lain sedangkan rekening aset yang diperoleh untuk ijarah digunakan untuk pencatatan pengakuan aset ijarah yang sudah disewakan oleh pihak lain baik dengan akad ijarah maupun ijarah muntahiyah bittamlik.
Ilustrasi 3. Pada saat menerima uang muka dari penyewa
Kas/Rekening PT. RENCARINDO        Rp 50.000.000,00
Titipan Uang Muka Sewa Ijarah                             Rp 50.000.000,00
Ilustrasi 4. Biaya Administrasi pengurusan akad ijarah
- Saat PT. RENCARINDO membayar biaya pengurusan pada BPRS ALBAKARAH
Kas/Rekening PT. RENCARINDO        Rp 1.500.000,00
Pendapatan Non Operasional                                  Rp 1.500.000,00
- Pada saat BPRS ALBAKARAH membayar biaya notaris
Biaya Notaris (pengurusan akad)             Rp 3.000.000,00
Kas                                                                           Rp 3.000.000,00
Ilustrasi 5. Penyusutan aktiva ijarah dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik
PSAK nomor 59 tentang akuntansi Perbankan Syariah khususnya paragraf 108 dijelaskan tentang pengakuan obyek ijarah sebagai berikut:
Obyek sewa diakui sebesar biaya perolehan pada saat perolehan obyek sewa dan disusutkan sesuai dengan:
1. Kebijakan penyusutan pemilik obyek sewa untuk aktiva sejenis jika merupakan transaksi ijarah; dan
2. Masa sewa jika merupakan transaksi ijarah muntahiyah bittamlik, Sedangkan ED PSAK 107 tentang akuntansi ijarah khususnya paragraf 12 menjelaskan bahwa:
Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah. Umur ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai selam 10 tahun diijarahkan dengan akad ijarah muntahiyan bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian umur ekonomisnya adalah 5 tahun.
Berkaitan dengan kasus di atas akan diilustrasikan perlakuan akuntansi untuk akuntansi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik sebagai berkut:
a. Besar biaya penyusutan aktiva ijarah per bulan dihitung berdasarkan informasi harga perolehan dan umur ekonomis obyek, yaitu: Rp 8.333.333, 500.000.000 : 60 bulan = 8.333.333
Beban penyusutan                                 Rp 8.333.333
Akumulasi Penyusutan aktiva Ijarah                        Rp 8.333.333
b. Jika menggunakan akad ijarah muntahiyah bittamlik dengan tambahan informasi bahwa nilai residu obyek ijarah adalah Rp 20.000.000,00 dengan masa sewa selama 4 tahun, maka perhitungan penyusutan obyek ijarah dan perlakuan akuntansinya adlah sebagai berikut:
(500.000.000 – 20.000.000) : 48 bulan = 10.000.000
Beban penyusutan                                  Rp 10.000.000
Akumulasi Penyusutan Aktiva Ijarah                         Rp 10.000.000
Ilustrassi 6. Perlakuan akuntansi pendapatan Ijarah
Misal setiap tanggal 25 dibayarkan sewa jasa ijarah dari PT. RENCARINDO kepada BPRS ALBARAKAH sebesar Rp 15.000.000,00 pada tanggal 25 januari 2008 dibayar sewa untuk bulan pertama sehingga BPRS ALBARAKAH mencatatnya dalam jurnal sebagai berikut:
Titipan Jasa Sewa Obyek Ijarah                      Rp 15.000.000
Pendapatan Sewa Obyek Ijarah                                 Rp 15.000.000
Sedangkan penerimaan dan pengakuan pendapatan sewa langsung ( tidak dari uang muka) maka jurnal yang dicatat oleh BPRS ALBARAKAH adalah sebagai berikut:
Kas/Rekening PT. RENCARINDO               Rp 15.000.000
Pendapatan Sewa Obyek Ijarah                      Rp 15.000.000
Asumsi akad ijarah (periode bulanan)
Pendapatan sewa obyek Ijarah 15.000.000
Pengeluaran (berkaitan obyek ijarah 8.333.333
      Beban penyusutan
      Beban pemeliharaan
      Beban lain-lain
Total pengeluaran (8.333.333)
Pendapatan bersih ijarah yang dibagi hasilkan 6.666.667
Asumsi akad ijarah muntahiyah bittamlik (periode bulanan)
Pendapatan sewa obyek Ijarah 15.000.000
Pengeluaran (berkaitan obyek ijarah 10.000.000
      Beban penyusutan
      Beban pemeliharaan
      Beban lain-lain
Total pengeluaran (10.000.000)
Pendapatan bersih ijarah yang dibagi hasilkan 5.000.000
Ilustrasi 7. Perlakuan akuntansi biaya perbaikan dan pemeliharaan
Dalam transaksi ijarah, secara prinsip obyek ijarah merupakan milik LKS sehingga biaya pemeliharaan dan perbaikan atas aset ijarah menjadi tnaggung jawab LKS. Sehubungan dengan hal tersebut, PSAK nomor 59 tentang akuntansi ijarah sama-sama menjelaskan tentang pengakuan biaya perbaikan dan pemeliharaan aset ijarah sebagai berikut: Biaya perbaikan tidak rutin obyek sewa diakui pada saat terjadinya
a) Jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek sewa dengan persetujuan pemilik obyek sewa, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik obyek sewa dan diakui sebagai beban pada periode terjadinya perbaikan tersebut.
b) Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap biaya perbaikan obyek sewa yang dimaksud huruf a dan b ditanggung pemilik obyek sewa maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing di dalam obyek sewa.
Ilustrasi berikut memberikan gambaran tentang perlakuan biaya perbaikan dan pemeliharaan aset ijarah:
1) Berdasarkan perhitungan BPRS ALBARAKAH dan informasi dari dealer,biaya perbaikan rutin dan pemeliharaan aset ijarah kendaraan Toyota All New Camry diperkirakan sebesar Rp 2.500.000 per bulan sehingga BPRS ALBARAKAH mencadangkan biaya tersebut dan dicatat dalam jurnal pada tanggal 1 februari 2008 sebagai berikut:
Biaya Perbaikan Aset Ijarah                         Rp 2.500.000
Cadangan Biaya Perbaikan                                           Rp 2.500.000
2) Apabila pada tanggal 5 februari 2008 dilakukan perbaikan atas kendaraan tersebut dan menghabiskan biaya sebesar Rp 1.250.000 maka BPRS ALBARAKAH mencatatnya dalam jurnal sebagai berikut:
Cadangan Biaya Perbaikan                     Rp 1.250.000
Kas                                                                         Rp 1.250.000
- Tanpa sistem pencadangan biaya perbaikan
Biaya Perbaikan aset Ijarah                    Rp 1.250.000
Kas                                                                         Rp 1.250.000
Adapun perhitungan pendapatan bulanan yang akan dibagihasilkan kepada pemegang rekening investasi mudarabah adalah sebagai berikut:
Pendapatan sewa obyek Ijarah 15.000.000
Pengeluaran (berkaitan obyek ijarah
      Beban penyusutan 8.333.333
      Beban pemeliharaan 1.250.000
      Beban lain-lain
Total pengeluaran (9.583.333)
Pendapatan bersih ijarah yang dibagihasilkan 5.416.667
Pendapatan sewa obyek Ijarah 15.000.000
Pengeluaran (berkaitan obyek ijarah
      Beban penyusutan 10.000.000
      Beban pemeliharaan   1.250.000
      Beban lain-lain
Total pengeluaran (11.250.000)
Pendapatan bersih ijarah yang dibagihasilkan   3.750.000
Ilustrasi 8. Perlakuan akuntansi perpindahan hak ijarah (hanya untuk aktiva ijarah dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik)
Ilustrasi berikut memberikan gambaran tentang perlakuan pemindahan kepemilikan obyek ijarah serta informasi tentang kondisi dan status obyek ijarah
Aktiva diperoleh untuk ijarah 500.000.000
Akumulasi penyusutan aset ijarah (setelah 4 tahun-48 bulan- per bulan 10.000.000) (480.000.000)
Nilai residu 20.000.000
1. Pada saat pengalihan obyek ijarah dalam akad ijarah muntahiyah bittamlik melalui hibah pada saat seluruh pendapatan sewa telah diterima dan obyek ijarah tidak memiliki nilai sisa, maka BPRS ALBARAKAH mencatatnya dalam jurnal:
Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah                 Rp 480.000.000
Biaya Hibah Ijarah                                       Rp  20.000.000
Aset Ijarah                                                                    Rp 500.000.000
2. Pada saat pengalihan obyek ijarah dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek ijarah sebelum berakhirnya masa sewa dengan harga jual sebesar sisa cicilan sewa.
- Jika harga jual lebih tinggi dari nilai buku sehingga menghasilkan keuntungan dalam penjualan aset ijarah. Misalnya oby6ek ijarah berhasil dijual Rp 50.000.000, maka jurnalnya:
Kas/Rekening PT. RENCARINDO                  Rp   50.000.000
Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah                    Rp 480.000.000
Aset Ijarah                                                    Rp 500.000.000
Keuntungan Penjualan Aset Ijarah                     Rp   30.000.000
- Jika harga jual sama dengan nilai buku
Kas/Rekening PT. RENCARINDO                  Rp   20.000.000
Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah                    Rp 480.000.000
Aset Ijarah Rp 500.000.000
- Jika harga jual lebih rendah dari nilai buku, misal harga jual Rp 15.000.000 maka jurnalnya:
Kas/Rekening PT. RENCARINDO                 Rp   15.000.000
Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah                   Rp 480.000.000
Kerugian Penjualan Aset Ijarah                               Rp     5.000.000
Aset Ijarah                                                            Rp 500.000.000
3. Pada saat pengalihan obyek ijarah dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek ijarah dengan harga jual seekadarnya setelah seluruh penerimaan sewa diterima dan obyek ijarah tidak memiliki nilai sisa. Misal harga jual Rp 25.000.000, maka jrnalnya:
Kas/Rekening PT. RENCARINDO                    Rp   25.000.000
Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah                      Rp 480.000.000
Aset Ijarah                                                                Rp 500.000.000
Keuntungan Penjualan aset Ijarah                           Rp     5.000.000
- Jika penyewa berjanji untuk membeli tapi kemudian membatalkan dan nilai wajar obyek ijarah lebih rendah dari nilai buku dan dibebankan kepada penyewa, misal nilai wajar sebesar Rp 15.000.000 sedangkan nilai bukunya Rp 20.000.000 maka jurnalnya:
Piutang kepada PT. RENCARINDO                Rp 5.000.000
Akumulasi Penyusutan Aset Ijarah                          Rp 5.000.000
Ilustrasi 9. Penurunan kualitas obyek sewa
Misal terjadi penurunan nilai obyek sewa ijarah pada tahun ke-4 sebesar 20% sehingga mengakibatkan penurunan nilai wajar sewa yang semula Rp 15.000.000 per bulan menjadi Rp 12.000.000 per bulan. Seluruh biaya sewa telah dibayar oleh PT. RENCARINDO khususnya 1 tahun terakhir sehingga selisih nilai sewa menjadi Rp 3.000.000 x 12 = Rp 36.000.000, oleh karena selisih tersebut maka pada akhir periode BPRS ALBARAKAH mengembalikan kelebihan biaya sewa, dengan jurnal:
Biaya Pengembalian Kelebihan Penerimaan Sewa       Rp 36.000.000
Kas/Hutang/Rekening PT. RENCARINDO                           Rp 36.000.000
Ilustrasi 10. Keterlambatan pelunasan oleh penyewa
- Pada saat jatuh tempo dan penyewa belum melunasi pembayaran sewa misal Rp 15.000.0000, maka jurnalnya:
Piutang Pendapatan Ijarah                                 Rp 15.000.000
Pendapatan Ijarah                                                          Rp 15.000.000
- Pada saat penerimaan pelunasan pembayaran sewa, jurnalnya:
Kas                                                                  Rp 15.000.000
Piutang Pendapatan Ijarah                                            Rp 15.000.000
Ilustrasi 11. Penyisihan kerugian aktiva produktif
Analisa kualitas aktiva produktif menyatakan bahwa penyisihan kerugian ijarah dari sewa yang tidak terbayar sebagai aktiva produktif adalah sebesar misal Rp 200.000.000 (setelah dikurangi margin keuntungan dengan memperhitungkan biaya seperti misal penyusutan dan lainnya).
Saat pembentukan penyisihan kerugian aktiva produktif:
Biaya Penyisihan Kerugian Ijarah                  Rp 200.000.000
Penyisihan Kerugian Ijarah                                         Rp 200.000.000
Jika ijarah telah jatuh tempo dan PT. RENCARINDO belum melunasi sisa angsurannya untuk 1 tahun terakhir, misal sebesar Rp 180.000.000
Piutang Pendapatan Ijarah                               Rp 180.000.000
Penyisihan Kerugian Ijarah                                           Rp 180.000.000
Saat piutang penyewa dianggap non performing, sebelum menghapuskan piutang terlebih dahulu bank harus menghapuskan keuntungan ijarah
Pendapatan Ijarah                                             Rp 60.000.000
Piutang Pendapatan Ijarah                                              Rp 60.000.000
Penyisihan Kerugian Ijarah                              Rp 120.000.000
Piutang Pendapatan Ijarah                                              Rp 120.000.000
AKUNTANSI PENYEWA
Ilustrasi kasus ini memberikan gambaran transaksi ijarah aset berwujud,  LKS sebagai penyewa obyek ijarah yang akan disewakan kembali pada pihak lain. Ilustrasi kasus selengkapnya sebagai berikut: BPRS ALBARAKAH mendapatkan pengajuan pembiayaan ijarah dari sebuah perusahaan eksportir kerjinan PT HANDICRAFT di Yogyakarta untuk menyediakan mobil ekslusif bagi manajer perusahaannya. PT HANDICRAFT tidak ingin memiliki mobil tersebut sehingga hanya bermaksud menyewa saja. Oleh karena itu BPRS ABARAKAH tidak memiliki mobil yang dimaksud, maka BPRS menghubungi PT RENCARINDO.
Adapun spesifikasi kendaraan yang dimaksud dan informasi lain berkaitan dengan akad adalah sebagai berikut:
Jenis kendaraan                      : sedan
Merek                                     : Toyota All New Camry
Kapasitas mesin                      : 4000 cc
Tahun pembuatan                   : 2008
Dealer                                     : PT TOYOTA ASTRA MOTOR (TAM)
Umur Ekonomis                     : 5 tahun (12 bulan)
Harga perolehan                     : Rp. 500.000.000 (OTR)
Uang muka sewa                    : Rp.   50.000.000
Sewa per bulan                       : Rp.   15.000.000
Jangka waktu sewa                : 4 tahun (48 bulan)
Waktu pembelian barang        : bulan ke-48
Biaya notaris                          : Rp 3.000.000
Ilustrasi 1. Beban Ijarah
1. Pada saat pembayaran sewa
a. Jika dalam satu periode
Biaya Sewa Aset Ijarah (D)                            Rp 15.000.000
Kas/Rekening Pemilik Obyek Ijarah (K)                 Rp 15.000.000
Catatan: Biaya sewa obyek ijarah selama satu bulan
b. Jika lebih dari satu periode
Sewa Dibayar Dimuka (D)                             Rp 720.000.000
Kas/Rekening Pemilik Obyek Ijarah (K)                Rp 720.000.000
Catatan: biaya sewa untuk 4 tahun (Rp 15.000.000 x 48 bulan)
1. Pada saat amortisasi sewa dibayar dimuka (per bulan)
Biaya sewa aset ijarah (D)                              Rp 15.000.000
Sewa dibayar dimuka aset ijarah (K)                       Rp 15.000.000
Catatan: amortisasi dihitung dari total sewa dibayar dimuka dibagi masa sewa
2. Pada saat perbaikan aset ijarah atas beban pemilik obyek ijarah
Jika BPRS ALBARAKAH melakukan perbaikan atas aset ijarah yang disewa karena kerusakan sehingga mengeluarkan biaya perbaikan sebesar Rp 20.000.000.
Pituang kepada pemilik obyek ijarah (D) Rp 20.000.000
Kas/Rekening pemilik obyek Ijarah   (K) Rp 20.000.000
Ilustrasi 2. Perpindahan hak milik obyek
Aset diperoleh untuk ijarah                                 Rp.  500.000.000
Akumulasi penyusutan aset ijarah                   (   Rp.  480.000.000   )
(setelah 4 tahun 48 bulan – perbulan Rp10.000.000)
Nilai residu                                               Rp.   20.000.000
1. Pada saat penerimaan pengalihan obyek sewa dalam IMBT
a. Melalui hibah pada saat seluruh pendapatan sewa telah dibayar dan obyek ijarah tidak memiliki nilai sisa.
(i) Jika sumber pembayaran sewa aset ijarah berasal dari LKS
Aset Ijarah (D)                           Rp 500.000.000
Pendapatan Operasi Lainnya (K)                         Rp. 500.000.000
Catatan: Seluruh pendapatan merupakan hak dari LKS seluruhnya.
(ii) Jika sumber pembayaran sewa aset ijarah berasal dari investasi tidak terikat
Aset Ijarah (D)                           Rp 500.000.000
Pendapatan Operasi Utama Lainnya (K)   Rp 500.000.000
Catatan: seluruh pendapatan harus dibagihasilkan juga kepada pemegang rekening investasi mudharabah sesuai kesepakatan nisbah.
(iii) Jika sumber pembayaran sewa aset ijarah berasal dari investasi tidak terikat dan modal LKS
Aset ijarah (D)                           Rp 500.000.000
Pendapatan operasi lainnya (K)                 Rp 250.000.000
Pendapatan utaman operasi lainnya (K)    Rp 250.000.000
Catatan: pendapatan yang diakui sebagai pendapatan operasi utama lainnya harus dibagihasilkan juga kepada pemegang rekening investasi mudharabah sesuai kesepakatan nisbah sedangkan pendapatan lainnya menjadi hak sepenuhnya LKS.
b. Melalui pembelian obyek ijarah sebelum berakhirnya masa sewa dengan harga beli sebesar sisa cicilan sewa atau sekedarnya.
Misalnya sisa cicilan yangbbelum dibayarkan sebesar Rp. 60.000.000
Aset Ijarah (D)                             Rp. 60.000.000
Aset/Rekening Pemilik Objek Ijarah         Rp.60.000.000
Catatan: jika nilai sisa cicilan dan nilai buku obyek ijarah sama
1. Pembatalan penjualan/perpindahan obyek ijarah oleh pemilik
Jika penyewa membatalkan penjualan objek ijarah kepada penyewa dan nilai wajar obyek sewa lebih rendah dari nilai buku dan dibebankan kepada penyewa/lessor, seperti yang diilustrasikan sebelumnya.
Beban pembatalan Pembelian                          Rp. 20.000.000
Kas/hutang Pemilik Objek Ijarah                            Rp. 20.000.000
Ilustrasi 3. Penurunan Nilai Sebelum Perpindahan Hak
Jika penurunan nilai tersebut timbul akibat tindakan penyewa atu kelalaiannya, serta jumlah cicilan sewa yang sudah dibayar melebihi nilai sewa yang wajar, maka selisihnya diakui sebagai piutang jatuh tempo penyewa kepada pemilik sewa dan mengoreksi beban  IMBT.
Apabila masa sewa diketahui terjadi penurunan kualitas obyek sewa dan bukan disebabkan kelalaian LKS sebagai penyewa yang mengakibatkan jumlah cicilan yang telah dibayar lebih besar  dari nilai sewa yang wajar. Misalnya  obyek ijarah mengalami penurunan nilai wajar karena kerusakan kendaraan sehingga mengakibatkan adanya selisih nilai sewa wajar dengan nilai sewa yang dibayarkan yaitu terdapat kelebihan sebesar  Rp 50.000.000, maka LKS akan mencatatnya dalam jurnal sebagai berikut:
Kas/Rekening Piutang kepada Pemilik Obyek Ijarah    Rp. 50.000.000
Pendapatan kelebihan Pembayaran Sewa                        Rp. 50.000.000
Catatan: pendapatan kelebihan pembayaran sewa merupakan offsetting account dari beban sewa
Ilustrasi 4. Jual Beli dan Ijarah ( Penyewaan Kembali)
Transaksi jual dan ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantungan (ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar. Jika suatu entitas menjual obyek ijarah kepada entitas lain dan kemudian menyewanya, maka entitas tersebut mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah tidak dapat diakui sebagai pengurang atau penambah beban ijarah.
Ilustrasi 5. Ijarah– Lanjut (Menyewakan Kembali)
Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas asset yang sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam PSAK ini.
Perlakuan  akuntansi penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai penyewa) dengan pemilik dan perlakuan akuntansi pemilik diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai pemilik) dengan pihak penyewa-lanjut.
Jurnal pada saat membayar sewa kepada pemilik obyek ijarah.
Uang Muka Sewa                                           Rp. 50.000.000
Kas                                                                  Rp. 50.000.000
Jurnal pada saat menerima pendapatan sewa dari nasabah
Kas                                                                  Rp. 18.000.000
Pendapatan Sewa                                            Rp. 18.000.000
Catatan: LKS menyewakan kembali barang pada nasabah Rp 18.000.000/bln
Jurnal pada saat amortisasi dari uang muka sewa obyek ijarah
Beban Sewa                                                    Rp. 15.000.000
Sewa Dibayar Dimuka                                    Rp. 15.000.000
Catatan: harga sewa sesuai dengan informasi di atas
Penyajian dalam laporan laba rugi dalam suatu periode tertentu
Pendapatan sewa obyek ijarah Rp 18.000.000
Pengeluaran (berkaitan obyek ijarah)
Beban sewa kepada pemilik awal* Rp15.000.000
Beban pemeliharaan** Rp     500.000
Beban Lain-lain                      0
Total Pengeluaran (Rp15.500.000)
Pendapatan bersih ijarah yang dibagihasilkan Rp    2.500.000
Catatan:
Beban sewa  kepada pemilik merupakan amortisasi dari sewa dibayar di muka yang diakui sebagai pengeluaran LKS pada periode tersebut
Jika biaya pemeliharaan pada periode tersebut ditanggung LKS sesuai kesepakatan dengan pemilik obyek ijarah.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Depok. B3EI FEUI
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2008. PSAK 107 tentang Akuntasi Ijarah
https://senyummu13.wordpress.com/2012/03/25/konsep-dasar-akuntansi-ijarah/,diaksespada tanggaal 20-desember 2016.


November 15, 2019

thumbnail

LOWER-OF-COST-OR-NET REALIZABLE VALUE (LCNRV)


            LOWER-OF-COST-OR-NET REALIZABLE VALUE (LCNRV)
Meskipun persediaan dicatat pada biawa perolehannya, tetapi penyimpangan yang besar terhadap prinsip biaya historis dapat dilakukan jika nilai persediaan menurun di bawah biaya awalnya. Pada prinsipnya, biaya historis tidak dapat diaplikasikan jika manfaat masa depan dari aktiva tersebut tidak lagi sebesar biaya perolehannya. Oleh karena itu, persediaan dilaporkan pada nilai terendah antara biaya dan harga pasar (LCM) pada pelaporan setiap periode.
Biaya atau harga pokok adalah harga perolehan yang dihitung dengan memakai salah satu metode berdasarkan biaya historis, identifikasi khusus, biaya rata-rata, atau FIFO. Istilah pasar dalam “nilai terendah antara biaya dan harga pasar” berarti bahwa barang harus dinilai berdasarkan mana yang lebih baik antara biaya awal atau biaya pengganti. Alasan biaya pengganti digunakan untuk menyatakan nilai pasar adalah bahwa penurunan biaya pengganti suatu barang biasanya mencerminkan atau meramalkan harga jual. Penggunaan lainnya adalah untuk mempertahankan laba kotor yang konsisten terhadap penjualan.
Nilai realisasi bersih (NRV) adalah perkiraan harga jual pada kondisi bisnis normal yang dikurangi dengan perkiraan biaya penyelesaian dan penjualan yang dapat diestimasi secara tepat. Jumlah tersebut dikurangkan dengan marjin laba normal untuk mendapatkan nilai realisasi bersih yang dikurangi marjin laba normal. Aturan umum dalam LCM persediaan dinilai sebesar nilai terendah antara biaya dan harga pasar, dan harga pasar dibatasi sampai dengan jumlah yang tidak melebihi nilai realisasi bersih maupun lebih rendah dari nilai realisasi bersih dikurangi dengan marjin laba normal.
Batas atas (ceiling) adalah nilai realisasi bersih persediaan. Sementara batas bawah (floor) adalah nilai realisasi bersih dikurangi marjin laba normal. Kedua batas nilai persediaan nilai tersebut bertujuan untuk mencegah persediaan dilaporkan lebih saji atau kurang saji. Pembatasan maksimum tidak melebihi nilai realisasi bersih atau batas atas, mencegah lebih saji nilai persediaan yang using atau rusak. Sedangkan pembatasan minimum atau batas bawah tidak lebih rendah dari nilai realisasi bersih dikurangi penyisihan untuk perkiraan marjin laba normal.
Metode Pengaplikasian LCM
Asumsinya, aturan yang terendah antara biaya dan harga pasar (LCM) diaplikasikan pada setiap jenis produk, kategori, atau total persediaan. Kenaikan harga pasar biasanya mengoffset penurunan harga pasar barang lain, jika pendekatan kategori dan persediaan total yang utama digunakan dalam mengaplikasikan aturan LCM.
Jika aturan LCM diaplikasikan pada setiap barang, maka jumlah persediaan adalah $350.000. jika diaplikasikan pada kategori utama, nilainya adalah $370.000. dan jika diaplikasikan pada total persediaan, maka nilainya dalah $347.000. perbedaan ini disebabkan karena nilai pasar yang lebih tinggi dari biaya akan mengoffset nilai pasar yang lebih rendah dari biaya jika pendekatan kategori utama atau total persediaan digunakan.
Metode barang per barang umumnya dipakai karena dinilai paling konservatif bagi tujuan penyajian neraca. Sementara metode persediaan total dan kategori utama melihat pada persediaan akhir. Apabila persediaan akhir menyisakan satu jenis produk, maka pemilihan metode total persediaan adalah tepat. Sementara metode kategori utama digunakan apabila persediaan akhir terdiri dari lebih dari satu jenis produk. Metode yang dipilih harus mencerminkan laba yang paling jelas. Apapun metode yang digunakan, metode tersebut hdarus diaplikasikan secara konsisten dari suatu period eke periode lain.
Pencatatan Harga Pasar dan Bukan Biaya
 Salah satu dari dua metode digunakan untuk mencatat persediaan pada harga pasar. Dalam metode pertama, yang disebut sebagai metode langsung adalah biaya yang digantikan dengan harga pasaryang lebih rendah ketika menilai persediaan. Sehingga, tidak ada kerugian yang dilaporkan dalam laporan laba rugi karena kerugian tersebut dimasukkan ke dalam harga pokok penjualan. Sedangkan metode kedua adalah metode tidak langsung atau penyisihan. Metode ini tidak mengubah angka biaya, akan tetapi membentuk akun kerugian untuk mencatat penghapusan dan akun kontra-aktiva yang terpisah.

Keunggulan dari identifikasi atas pencatatam kerugian yang diakibatkan oleh penurunan harga pasar adalah bahwa kerugian ini diperlihatkan secara terpisah dari harga pokok penjualan dalam laporan laba rugi. Jadi, harga pokok penjualan untuk tahun berjalan tidak terpisah.
Walaupun penggunaan akun penyisihan memungkinkan neraca mengungkapkan persediaan pada biaya dan LCM, namun hal itu menimbulkan masalah mengenain bagaimana menghilangkan saldo dari akun yang baru tersebut pada periode berikutnya. Jika barang dagang yang bersangkutan masih ada di tangan, maka akun penyisihan harus dipertahankan. Jika tidak, maka persediaan awal dan harga pokok penjualan akan lebih saji. Namun jika barang dagang telah terjual, maka akun penyisihan harus ditutup. Sehingga akun penyisihan baru harus dibuat lagi untuk setiap penurunan nilai persediaan yang terjadi selam tahun berjalan. Jika harga menurun, maka kerugian dicatat dan jika harga naik, kerugian yang telah dicatat pada tahun sebelumnya dipulihkan dan keuntungan hasil dari pemulihan kerugian yang diakui sebelumnya dicatat.
Evaluasi atas Aturan LCM
Aturan LCM memiliki beberapa defisiensi atau kelemahan sebagai berikut :
1.      Penurunan nilai aktiva dan pencatatannya sebagai beban diakui bukan pada periode penjualan, tetapi pada periode ketika kerugian utilitas tersebut terjadi. Pada sisi lain, kenaikan nilai aktiva hanya diakui pada saat penjualan terjadi. Perlakuan ini tidak konsisten dan dapat menyebabkan data laba terpisah.
2.      Aplikasi aturan LCM menghasilkan ketidak-konsisten akibat persediaan perusahaan dinilai menurut biaya dalam satu periode dan pada harga pasar dalam periode berikutnya.
3.      LCM menilai persediaan dalam neraca secara konservatif, tetapi dampaknya terhadap laporan laba rugi kemungkinan bersifat konservatif. Laba bersih tahun berjalan ketika kerugian diakui jelas lebih rendah. Laba bersih untuk periode berikutnya mungkin lebih tinggi dari normal jika penurunan yang diterapkan atas harga jual tidak material.
4.      Aplikasi aturan LCM menggunakan laba normal dalam menentukan nilai persediaan,. Karena laba normal merupakan angka estimasi yang didasarkan pada pengalaman masa lalu, maka laba normal bersifat tidak objektif dan membiarkan peluang untuk memanipulasi laba.
Banyak pengguna laporan keuangan menyukai aturan LCM karena mereka sedikitnya mengetahui persediaan tidak lebih saji. Selain itu, mengakui semua kerugian tetapi tidak mengantisipasi keuntungan umumnya menghasilkan laba yang lebih rendah.

           DASAR PENILAIAN
Secara umum, persediaan dicatat pada biayanya atau menurut aturan LCM. Akan tetapi, harga pasar harus selalu didefinisikan sebagai nilai realisasi bersih (harga jual dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan penjualan), bukan biaya pengganti, yang bertujuan untuk pengaplikasian aturan LCM.
Menurut IFRS, pengukuran nilai realisasi bersih digunakan untuk persediaan yang behubungan dengan aktivitas pertanian. Umumnya aktivitas ini tergolong ke dalam dua tipe, aset biologi dan hasil panen. Aset biologi diklasifikasikan sebagai aset jangka panjang, yang terdiri dari hewan dan tumbuhan yang dapat dimanfaatkan hasilnya. Sementara hasil panen atau dubidaya meliputi susu, bulu, dan daging. Perlakuan akuntansi dari keduanya adalah sebagai berikut :
·         Aset biologi diukur pada pengakuan awal dan pada akhir periode sebesar nilai wajarnya yang dikurangi nilai realisasi bersih. Perusahaan mencatat untung atau rugi dikarenakan perubahan pada nilai realisasi bersih aset biologi.
·         Hasil panen diukur sebesar nilai wajarnya dikurangi nilai realisasi bersih. Sekali dipanen, nilai realisasi bersih dari hasil panen menjadi biayanya, dan aset ini dicatat sama dengan persediaan lainnya.
Milking Cows                                                                                                            
            Carrying value, January 1                                                                               460,000
            Change in fair value due growth & price change                   35,000
            Decrease in fair value due to harvest                                      (1,200)            
                        Change in carrying value                                                                    33,800
Carrying value, January 31                                                                                         493,800
Milk harvested during January                                                                                   36,000

-          Pencatatan Carrying Value    
Biological Asset-Milking Cows                                  33,800
                        Unrealized Holding Gain or Loss                               33,800

-          Pencatatan Hasil Panen Selama Periode
Milk Inventory                                                            36,000
            Unrealized Holding Gain or Loss                               36,000

-          Pencatatan Penjualan Produk Jadi
Cash                                                                            38,500
Cost of Good Sold                                                     36,000
            Milk Inventory                                                            36,000
            Sales                                                                            38,500

Penilaian dengan Menggunakan Nilai Penjualan Relatif
Suatu masalah timbul pada saat sekelompok unit yang berbeda dibeli dengan harga lump sum, yang juga disebut basket purchase. Dalam menghadapi kasus pengelompokkan persediaan yang tidak dapat dibagi total biaya sejumlah dengan kelompok-kelompok yang tersedia, maka cara yang tepat adalah dengan mengalokasikan total biaya di antara berbagai unit atas dasar nilai penjualan relatifnya.


 


           


 





Metode nilai penjualan relative digunakan dalam industry minyak untuk menilai banyak produk dan produk sampingan yang diperoleh dari suatu barel minyak mentah.
Komitmen Pembelian Satu Masalah Khusus
Kelangsungan hidup dan profitabilitas perusahaan bergantung pada ketersediaan persediaan barang dagang yang mencukupi untuk memenuhi semua pesanan konsumen. Sehingga sangat wajar apabila sebuah perusahaan membuat komitmen pembelian terhadap persetujuan pembelian persediaan dibayar di muka. Hak atas barang dagang atau bahan baku yang terkait dengan komitmen pembelian ini belum berpindah ke pembeli.
Apabila harga kontrak melebihi harga pasar dan kerugian diestimasi akan timbul pada saat pembelian dilaksanakan, maka kerugian ini harus diakui dalam periode terjadinya penurunan harga pasar. Kerugian kepemilikan yang belum terealisasi akan dilaporkan dalam laporan lab-rugi di bawah kelompok beban dan kerugian lain-lain. Estimasi kewajiban atas komitmen pembelian akan dilaporkan dalam kelompok kewajiban lancar dari neraca karena kontraknya akan dilaksanakan pada tahun fiskal berikutnya.
Komitmen pembelian ini dapat melindungi pihak pembeli sendiri dari probabilitas penurunan harga pasar barang yang bersangkutan kontrak dengan pembendungan (hedging). Pembendungan dilakukan melalui kontrak futures dimana pihak pembeli dalam komitmen pembelian pada saat yang sama juga membeli kontrak futures untuk menjual produk sama dengan kuantitas yang serupa di masa mendatang pada harga tetap. Jika sebuah perusahaan memegang posisi beli dalam suatu komitmen pembelian dan memegang posisi jual dalam kontrak futures untuk komoditas yang sama, maka kerugian dalam suatu kontrak akan ditutupi ole keuntungan dari kontrak lain.

         METODE LABA KOTOR UNTUK MENGESTIMASI PERSEDIAAN
Tujuan dasar dari perhitungan fisik persediaan adalah untuk memeriksa keakuratan catatan persediaan perpetual atau jika tidak ada catatan, untuk mengetahui jumlah persediaan. Salah satu metode perkiraan persediaan yang ada di tangan adalah dengan menggunakan metode laba kotor. Metode ini didasarkan pada tiga asumsi :
1.      Persediaan awal ditambah pembelian sama dengan total barang yang diperhitungkan
2.      Barang yang belum terjual harus berada di tangan
3.      Jika penjualan, dikurangi biaya, dikurangkan dari jumlah persediaan awal ditambah pembelian, maka hasilnya adalah persediaan akhir
Perhitungan Persentase Laba Kotor
Persentase laba kotor disediakan sebagai persentase harga jual. Laba kotor atas harga jual merupakan metode yang umum untuk menghitung laba karena beberapa sebagian besar barang dinyatakan atas dasar eceran bukan biaya; laba yang dihitung atas harga jual lebih rendah daripada laba yang didasarkan pada biaya, dan persentase yang lebih rendah lebih banyak disukai kosumen ; dan laba kotor yang didasarkan atas harga jual tidak pernah melebihi 100%.
Retailer menggunakan rumus berikut untuk menyatakan laba kotor dan persentase markup :
1.     
2.     


 






Salah satu kelemahan dari metode laba kotor adalah bahwa metode ini menghasilkan suatu estimasi. Akibatnya, perhitungan fisik persediaan harus dilakukan satu kali dalam satu tahun untuk memeriksa jumlah persediaan yang actual berada di tangan saat ini. Selain itu, dalam menentukan markup, metode laba kotor menggunakan persentase masa lalu. Walaupun masa lalu seringkali dapat memberikan jawaban atas masalah masa depan, namun persentase masa kini pasti lebih akurat. Dan yang terakhir, pengaplikasian persentase laba kotor harus dilakukan secara amat hati-hati.

        METODE PERSEDIAAN ECERAN
Metode persediaan eceran menjelaskan bahwa pencatatan dilakukan terhadap total biaya dan nilai eceran dari barang yang dibeli, total biaya dan nilai eceran barang yang siap dijual, dan penjualan periode berjalan. Penjualan periode berjalan dikurangkan nilai eceran barang yang tersedia untuk dijual guna mendapatkan estimasi persediaan barang di tangan pada eceran. Persediaan yang dinilai menurut harga eceran kemudian dikonversikan menjadi persediaan akhir pada biaya dengan mengaplikasikan rasio biaya terhadap harga eceran. Terdapat beberapa metode persediaan eceran, yaitu, metode konvensional terendah antara biaya rata-rata dan harga pasar dan metode biaya.
Bagi peritel, istilah markup berarti tambahan atas harga eceran awal, sementara pembatalan markup adalah penurunan harga barang dagang yang sebelumnya telah di markup di atas harga eceran awal. Dalam pasar kompetitif, peritel seringkali perlu menggunakan markdown, yaitu penurunan harga jual awal. Markdown terhadap harga jual mungkin diperluakan karena adanya penurunan tingkat harga umum, penjualan khusus, kerusakan barang, kelebihan persediaan, dan persaingan. Sedangkan pembatalan markdown adalah kondisi dimana markdown dioffset oleh kenaikan haga barang yang sebelumnya telah di markdown. Baik pembatalan markup maupun pembatalan markdown tidak dapat melebihi markup atau markdown awal.
Pos-pos Khusus yang Berhubungan dengan Metode Eceran
·         Biaya pengangkutan, diperlakukan sebagai bagian dari biaya pembelian
·         Retur pembelian, dipandang sebagai pengurangan baik pada biaya maupun harga eceran
·         Diskon pembelian dan pengurangan harga, dipandang sebagai pengurang biaya pembellian
Perlakuan atas pos-pos yang mempengaruhi kolom biaya dari metode persediaan eceran mengikuti perhitungan biaya barang yang tersedia untuk dijual.
·         Retur penjualan dan pengurangan harga, dipandang sebagai penyesuaian terhadap penjualan kotor
·         Diskon penjualan, tidak diakui apabila penjualan dicatat sebagai penjualan kotor
Selain itu, sejumlah pos-pos khusus juga memerlukan analisis sperti berikut :
-          Transfer masuk dari departemen lain, misalnya harus dilaporkan dengan cara yang sama seperti pada pembelian dari perusahaan lain
-          Kekurangan normal (kerusakan barang), harus mengurangi kolom harga eceran, karena barang-barang tersebut tidak lagi tersedia untuk dijual. Hal tersebut ditunjukkan sebagai pengurangan terhadap penjualan yang sama untuk mendapatkan persediaan akhir menurut harga eceran
-          Kekurangan Abnormal, harus dikurangkan dari kolom biaya dan harga eceran, dan dilaporkan sebagai jumlah persediaan khusus maupun sebagai kerugian
-          Diskon untuk karyawan, dikurangkan dari kolom harga eceran, dengan cara yang serupa seperti pada penjualan
Alasan dari penggunaan metode persediaan eceran untuk menghitung persediaan diantaranya adalah agar laba bersih dapat dihitung tanpa harus melakukan perhitungan fisik persediaan, sebagai ukuran pengendalian dalam menentukan kekurangan persediaan, dalam pengaturan kuantitas barang dagang di tangan, dan untuk informasi asuransi. Sedangkan karakteristik dari metode persediaan eceran ini adalah bahwa metode tersebut memiliki pengaruh rata-rata terhadap berbagai tingkat laba kotor.

          PENYAJIAN DAN ANALISIS
Standar akuntansi mewajibkan laporan keuangan mengungkapkan komposisi dari persediaan, pengaturan pembiayaan persediaan, dan metode kalkulasi biaya persediaan yang digunakan secara konsisten. Bahan baku, barang dalam proses, dan barang jadi harus dilaporkan secara terpisah pada neraca dan skedul terpisah untuk menilai likuiditas serta menghitung tahap penyelesaian persediaan. Pengaturan pembiayaan juga diungkapkan menggunakan catatan pengungkapan untuk pos-pos khusus seperti transaksi dengan pihak yang berhubungan, perjanjian pembiayan produk, dan komitmen pembelian perusahaan. Dan yang paling penting, dasar penilaian persediaan dan metode yang dipakai dalam menghitung biaya baik FIFO dan metode biaya rata-rata harus dilaporkan secara konsisten.
Rasio perputaran persediaan  mengukur rata-rata persediaan yang terjual selama suatu periode. Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat likuiditas persediaan. Rasio perputaran persediaan dihitung dengan membagi harga pokok penjualan dengan persediaan rata-rata yang ada di tangan selama suatu periode. Semakin besar rasio perputaran persedian, maka resiko perusahaan dalam menghadapi kondisi kerusakan barang persediaan semakin kecil. Dan laba yang diperoleh perusahaan meingkat seiring aktivitas penjualan yang semakin meningkat juga.
Sedangkan rasio jumlah hari rata-rata untuk menjual persediaan adalah jumlah hari rata-rata penjualan persediaan yang ada di tangan. Tingkat persediaan biasanya berbeda-beda pada setiap industri. Akan tetapi, perusahaan yang dapat mempertahankan tingkat persediaan yang rendah, dan memiliki rasio perputaran persediaan yang lebih tinggi daripada para pesaingnya, serta mampu memenuhi kebutuhan pelanggan, adalah contoh perusahaan yang sukses.

Popular Posts

About me

Berusaha untuk mencapai keinginan, berpandangan luas untuk menggapai cita-cita "Man Jadda wa jada"

Read More

Followers

Total Pageviews