Pages - Menu

April 16, 2020

Makalah Teori Akuntansi Konservatisme Tugasku



PEMBAHASAN
AKUNTANSI KONSERVATISME

1.      Pengertian Akuntansi Konservatisme
Prinsip konservatisme (conservatism principle) adalah suatu prinsip pengecualian atau modifikasi dalam hal bahwa prinsip tersebut bertindak sebagai batasan terhadap penyajian data akuntansi yang relevan dan andal. Prinsip konservatisme menganggap bahwa ketika memilih antara dua atau lebih teknik akuntansi yang berlaku umum, suatu preferensi ditunjukkan untuk opsi yang memiliki dampak paling tidak menguntungkan terhadap ekuitas Pemegang saham Secara lebih spesifik prinsip tersebut mengimplikasikan bahwa nilai terendah dari aktiva dan pendapatan serta nilai tertinggi dari kewajiban dan beban yang sebaiknya dipilih untuk dilaporkan. oleh karena itu, prinsip konservatisme mengharuskan bahwa akuntan menampilkan sikap pesimistis secara umum ketika memilih teknik akuntansi untuk pelaporan keuangan. Untuk mencapai tujuan guna memahami laba dan aktiva sekarang, prinsip konservatisme dapat mengarah pada perlakuan yang merupakan penyimpangan terhadap pendekatan yang dapat diterima atau teoretis.
Misalnya saja, adopsi konsep "mana yang lebih rendah antara biaya atau harga pasar" berlawanan dengan prinsip historis' Meskipun penilaian LIFO dan depresiasi dipercepat umumnya dipandang sebagai tindakan-tindakan yang  kontra-inflasi, hal tersebut dapat dipandang sebagai akibat dari adopsi prinsip konservatisme. Dengan demikian Chatfield berpendapat bahwa Keduanya [ LIFO dan depresiasi dipercepat] memaksakan tradisi yang lebih tua dari konservatisme neraca, begitu rupa sehingga pembayar pajak masih diperbolehkan untuk menggunakan penilaian persediaan LIFO bersama-sama dengan metode mana yang lebih rendah antara biaya atau harga pasar. Keduanya mengutamakan kebutuhan manajemen akan penilaian yang lebih tepat.
Di masa lalu, konservatisme telah digunakan ketika berurusan dengan ketidakpastian dalam lingkungan dan terlalu optimisnya manajer dan pemilik serta juga ketika melindungi kreditor terhadap distribusi yang tidak sah atas aktiva perusahaan sebagai dividen. Konservatisme adalah nilai yang dijunjung tinggi di masa lalu dibandingkan di masa ini. Nilai tersebut telah mengarah pada provisi atau kewajiban atau keduanya yang arbitrer dan tidak konsisten.
Sterling menyebut konservatisme sebagai "prinsip penilaian akuntansi yang paling kuno dan mungkin paling bertahan.” Hari ini, penekanan pada penyajian yang objektif dan adil serta keutamaan investor sebagai pengguna telah mengurangi ketergantungan pada konservatisme. Konservatisme saat ini dipandang lebih sebagai pedoman'untuk diikuti dalam situasi luar biasa, dan bukan sebagai aturan umum untuk diterapkan secara kaku dalam semua situasi. Konservatisme masih digunakan dalam beberapa situasi yang memerlukan penilaian akuntan, seperti memilih estimasi umur manfaat dan nilai sisa dari aktiva untuk akuntansi depresiasi dan konsekuensi aturan dari penerapan konsep “mana yang lebih rendah antara biaya atau harga pasar" (lower-of-cost-markef) dalam penilaian persediaan dan efek-efek ekuitas yang dapat dijual. Karena hal tersebut pada dasarnya adalah manifestasi dari intervensi akuntan yang dapat menimbulkan bias, kesalahan, distorsi yang mungkin, dan laporan yang menyesatkan, pandangan saat ini mengenai konservatisme sebagai prinsip akuntansi cenderung untuk menghilang.

Watts (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai prinsip kehati-hatian dalam pelaporan keuangan dimana perusahaan tidak terburu-buru dalam mengakui dan mengukur aktiva dan laba serta segera mengakui kerugian dan hutang yang mempunyai kemungkinan yang terjadi. Penerapan prinsip ini mengakibatkan pilihan metode akuntansi ditujukan pada metode yang melaporkan laba atau aktiva yang lebih rendah serta melaporkan hutang lebih tinggi. Dengan demikian, pemberi pinjaman akan menenrima perlindungan atas risiko menurun (downside risk) dari neraca yang menyajikan aset bersih dan laporan keuangan yang melaporkan berita buruk secara tepat waktu (Haniati dan Fitriany, 2010). GIvoly dan Hayn (2000) mendefinisikan konservatisme sebagai pengakuan awal untuk biaya dan rugi serta menunda pengakuan untuk pendapatan dan keuntungan.
Menurut Watts (2003) konservatisme mempunyai 4 tujuan, diantaranya adalah:
1.       Membatasi manajer dalam berperilaku oportunistik;
Manajer yang mempunyai tanggungjawab terhadap laporan keuangan kepada investor dalam hal pengambilan keputusan, membuat manajemen cenderung mempengaruhi angka-angka dalam laporan keuangan untuk kepentingan manajemen. Dalam hal ini konservatisme bisa membatasi perilaku manajemen untuk bertindak oportunistik.
2.      Meningkatkan nilai perusahaan;
Dengan membatasi adanya perilaku oportunistik dari manajemen maka nilai perusahaan dapat meningkat.
3.      Mengurangi potensi tuntutan hukum;
Peningkatan laba yang terlalu tinggi mendorong tingginya tuntutan hukum yang harus dilaksanakan, dengan adanya hal tersebut maka mendorong manajemen bertindak konservatif.
4.      Mentaati peraturan.
Peratusan yang dibuat oleh penyusun standar, memberikan perusahaan untuk melakukan penetapan metoda peniliaian persediaan pada harga yang fluktuatif.
Yona (2013) menyatakan dalam jurnalnya bahwa dengan adanya pemilihan metode-metode tersebut maka akan berpengaruh pada angka-angka yang dituangkan dalam laporan keuangan, dengan kata lain konsep konservatisme secara tidak langsung akan mempengaruhi hasil dari laporan keuangan, sehingga angka-angka dalam laporan keuangan tersebut menjadi bias.
Pengukuran untuk menyatakan konsep konservatisme (Watts, 2003b) dalam Fitri (2010) meliputi:
1.       Net asset measures
Salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui konservatisme laporan keuangan seperti yang digunakan oleh Beaver dan Ryan (2000) adalah nilai aktiva yang understatement dan kewajiban yang overstatement.  
2.      Earning/accrualmeasure
Pada tipe ini, konservatisme diukur dengan menggunakan akrual, yaitu selisih antara laba bersih dari kegiatan operasional dengan arus kas.
3.       Earning/stock relation measure
Stock market price berusaha untuk merefleksikan perubahan nilai asset pada saat terjadinya perubahan baik perubahan atas rugi ataupun laba dalam nilai asset- stock return tetap berusaha untuk melaporkannya sesuai dengan waktunya.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa konservatisme akuntansi memiliki peranan dalam teori keagenan untuk penentuan praktik yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau masalah keagenan. Praktik di perusahaan ternyata agen dalam aktifitasnya seringkali tidak sesuai dengan kontrak kerja yang dibuat dengan pemegang saham yaitu agen lebih cenderung untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri. Hal ini dapat terjadi karena munculnya asimetri informasi antara agen dan pemegang saham, sehingga agen berpeluang untuk melaksanakan praktik ini dengan cara memanipulasi laporan keuangan. konservatisme akuntansi dapat berperan dalam teori keagenan untuk mencegah adanya asimetri informasi dengan cara membatasi agen dalam melakukan praktik manipulasi laporan keuangan.
Definisi resmi dari konservatisme terdapat dalam Glosarium Pernyataan Konsep No.2 FASB (Financial Accounting Statement Board) yang mengartikan konservatisme sebagai reaksi yang hati-hati (prudent reaction) dalam menghadapi ketidakpastian yang melekat pada perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko dalam lingkungan bisnis yang sudah cukup dipertimbangkan. Juanda (2007) menyatakan bahwa konservatisme merupakan prinsip akuntansi yang jika diterapkan akan menghasilkan angka-angka laba dan aset cenderung rendah, serta angka-angka biya dan hutang cenderung tinggi. Kecenderungan seperti itu terjadi karena konservatisme menganut prinsip memperlambat pengakuan pendapatan serta mempercepat pengakuan biaya. Akibatnya, laba yang dilaporkan cenderung terlalu rendah (understatement).

Berdasarkan definisi tsb maka praktek konservatisme akuntansi sering memperlambat atau menunda pengakuan pendapatan yang mungkin terjadi, tetapi mempercepat pengakuan biaya yang mungkin terjadi. Sementara itu dalam penilaian aset dan hutang, aset dinilai pada nilai paling rendah dan sebaliknya, hutang dinilai pada nilai yang paling tinggi.

2.      Konservatisme Akuntansi dalam PSAK
PSAK sebagai standar pencatatan akuntansi di Indonesia menjadi pemicu timbulnya penerapan prinsip konservatisme. Pengakuan prinsip konservatisme di dalam PSAK tercermin dengan terdapatnya berbagai pilihan metode pencatatan di dalam sebuah kondisi yang sama. Hal tsb akan mengakibatkan angka-angka yang berbeda dalam laporan keuangan yang pada akhirnya akan menyebabkan laba yang cenderung konservatif. Beberapa pilihan metode pencatatan di dalam PSAK yang dapat menimbulkan laporan keuangan konservatif diantaranya adalah:
  1. PSAK No. 14 tentang persediaan yang menyatakan bahwa perusahaan dapat mencatat biaya persediaan dengan menggunakan salah satu metode yaitu FIFO (first in first out) atau masuk pertama keluar pertama dan metode rata-rata tertimbang.
  2. PSAK No. 16 tentang aktiva tetap dan aktiva lain-lain yang mengatur estimasi masa manfaat suatu aktiva tetap. Estimasi masa manfaat suatu aktiva didasarkan pada pertimbangan manajemen yang berasal dari pengalaman perusahaan saat menggunakan aktiva yang serupa. Estimasi masa manfaat tsbharuslah diteliti kembali secara periodik dan jika manajemen menemukan bahwa masa manfaat suatu aktiva berbeda dari estimasi sebelumnya maka harus dilakukan penyesuaian atas beban penyusutan  saat ini dan di masa yang akan datang. Standar ini memungkinkan perusahaan untuk mengubah masa manfaat aktiva yang digunakan dan dapat mendorong timbulnya laba yang konservatif.
  3. PSAK No. 19 tentang aset tidak berwujud yang berkaitan dengan metode amortisasi. Dijelaskan bahwa terdapat beberapa metode amortisasi untuk mengalokasikan jumlah penyusutan suatu aset atas dasar yang sistematis sepanjang masa manfaatnya.
  4. PSAK No. 20 tentang biaya riset dan pengembangan yang menyebutkan bahwa alokasi biaya riset dan pengembangan ditentukan dengan melihat hubungan antara biaya dan manfaat ekonomis yang diharapkan perusahaanakan diperoleh dari kegiatan riset dan pengembangan. Apabila besar kemungkinan biaya tsb akan meningkatkan manfaat ekonomis di masa yang akan datang dan biaya tsb dapat diukur secara handal, maka biaya-biaya tsb memenuhi syarat untuk diakui sebagai aktiva.

Dengan adanya pilihan metode tsb akan berpengaruh terhadap angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung konsep konservatisme ini akan mempengaruhi hasil dari laporan keuangan tsb. Penerapan konsep ini juga akan menghasilkan laba yang berfluktuatif akan mengurangi daya prediksi laba untuk memprediksi aliran kas perusahaan pada masa yang akan datang (Sari dan Adhariani, 2009).



3. Konservatisme dalam IFRS
Konservatisme akuntansi tidak menjadi prinsip yang diatur dalam standar akuntansi Internasional (IFRS). Hellman (2007) menyatakan bahwa jika dibandingkan dengan akuntansi konvensional, IFRS (International Financial Reporting Standards) berfokus pada pencatatan yang relevanang semkin sehingga menyebabkan ketergantungan yang semakin tinggi terhadap estimasi dan berbagai judgement. Dalam hal ini, kebijakan yang ditetapkan IASB (International Accounting Standard Board) tsb menyebabkan semakin berkurangnya penekanan atas penerapan akuntansi konservatif secara konsisten dalam pelaporan keuangan berdasarkan IFRS. 

Khairina (2009) menyebutkan ada beberapa poin dalam IFRS mengenai semakin berkurangnya penekanan atas penggunaan akuntansi konservatif dalam IAS (International Accounting Standard) antara lain:
  1. IAS 11 (Zero Profit Recognition for Fixed-Price Contracts), versi terbaru dari IAS mulai berlaku sejak tahun 1995. Standar ini mengatur mengenai penggunaan POC (Percentage of Completion) untuk pengakuan pendapatan dan biaya dalam kontrak konstruksi sebagai pengganti dari metode CC (Complete Contract). Hellman (2007) menyatakan bahwa metode CC dinilai lebih konservatif dibandingkan metode POC karena dalam metode CC dinilai lebih konservatif dibandingkan metode POC karena dalam POC karena dalam metode CC nilai keuntungan yang dapat diakui perusahaan akan mengalami understatement selama proses kontrak dan akan mengalami  overstatement setelah kontrak selesai. Hal ini disebabkan perusahaan hanya boleh mengakui pendapatan dari kontrak konstruksi tsb setelah proses konstruksi selesai. Sementara dalam metode POC perusahaan dapat mengakui pendapatan berdasarkan estimasi persentase penyelesaian kontrak pada tanggal neraca.
  2. IAS 12 (Deferred Tax Asset), mengatur mengenai pengakuan deferred tax asset pad neraca jika meungkin (probable) terdapat future taxable profit. Sebelum dikeluarkannya IAS 12 tsb, deferred tax asset tidak diakui di dalam neraca karena terdapat ketidakjelasan atas perolehan taxable profit di masa yang akan datang. Pemebrlakuan efektif IAS 12 tsb mempersentasikan perlakuan akuntansi yang kurang konservatif (Hellman, 2007).
  3. IAS 16 (Property, Plant, and Equipment), mengatur bahwa dalam pengukuran nilai aktiva tetap, perusahaan dapat memilih penggunaan metode biaya atau revaluasi. Metode biaya menggunakan metode yang telah lama digunakan dalam akuntansi konvensional, sementara metode revaluasi yang mensyaratkan perusahaan untuk memperbarui aktiva secara periodik atas nilai pasarnya dinyatakan sebagai metode kurang konservatif. Dalam metode akuntansi ini, perusahaan dapat emngakui peningkatan nilai aktiva sebagai penambahan atas modal atau peningkatan nilai pendapatan jika penurunan nilai pada periode sebelumya telah diakui sebagai biaya.
  4. IAS 38 (Capitalism of Development Cost), pertama kali dikeluarkan pada tahun 1998, kemudian diikuti dengan revisinya yang berlaku sejak tanggal 31 maret 2004. Berdasarkan IAS 38, aktiva tidak berwujud yang berasal dari aktivitas pengembangan diakui sebagai aktiva jika telah memenuhi beberapa syarat tertentu. Sebelum diberlakukannya standar ini, pembebanan langsung menjadi acuan utama dalam perlakuan akuntansi yang kurang konservatif.
4.  Perbandingan IFRS dan PSAK
Cakupan Pengaturan
Desain IFRS diperuntukkan untuk entitas yang bersifat profit oriented SME (small medium enterprise). IFRS belum mengatur standar akuntansi untuk perusahaan berbasis syariah. Sedangkan SAK diperuntukkan bagi entitas yang bersifat profit oriented, nirlaba, UKM (Usaha Kecil Menengah) yang disebut SAK ETAP, dan perusahaan berbasis syariah. Berikut ini merupakan perbandingan antara IFRS dan PSAK:

a. Kerangka Dasar
  • IFRS: memungkinkan penilaian aktiva berwujud dan tidak berwujud menggunakan nilai wajar. laporan keuangan harus disajikan dengan basis true and fair (IFRS framework).
  • SAK: sama seperti IFRS, PSAK memberikan alternatif penggunaan nilai wajar untuk menilai kembali aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud. Laporan keuangan disajikan dengan fairly stated (kerangka dasar par.46)
b. Pernyataan Kepatuhan akan Standar
  • IFRS: entitas harus membuat pernyataan eksplisit tentang kepatuhan akan standar IFRS.
  • SAK: entitas tidak harus membuat pernyataan kepatuhan akan SAK.
c. Prinsip Ketetpatan Waktu (timeliness)
  • IFRS: Tidak diatur secara khusus kapan entitas menyajikan laporan keuangan.
  • SAK: Dianjurkan agar entitas menyajikan laporan keuangan paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca.
d. Basis Standar
  • IFRS: menganut standar akuntansi berbasis prinsip untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keterbandingan laporan keuangan antar entitas secara global.
  • SAK: menganut standar akuntansi berbasis aturan.
e. Prinsip Konservatif
  • IFRS: tidak lagi mengakui prinsip konservatif namun diganti dengan prinsip kehati-hatian (prudence).
  • SAK: masih mengakui prinsip konservatif

  

PENUTUP

5. Kesimpulan

Dalam penyusunan Laporan Keuangan didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang di dalamnya terdapat beberapa konsep dan asumsi.  Salah satu konsep tersebut adalah konsep konservatisme, yaitu sebuah konsep yang akan segera mengakui beban jika ada indikasi beban tersebut akan terjadi dan pendapatan akan diakui setelah ada kepastian realisasi.
Konsep ini dianggap controversial karena banyaknya perdebatan yang menyertainya.  Menurut Watts (2003) konsep ini di satu sisi, dianggap sebagai kendala yang akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Di sisi lain, konservatisme akuntansi bermanfaat untuk menghindari perilaku oportunistik manajer berkaitan dengan kontrak-kontrak yang menggunakan laporan keuangan sebagai media kontrak.  Selain itu, Beberapa peneliti menyatakan bahwa konservatisme akuntansi memiliki peranan dalam teori keagenan untuk penentuan praktik yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau masalah keagenan.
Terlepas dari semua perdebatan itu pada tahun 2012 IAI menyatakan bahwa akan melakukan konvergensi penuh IFRS terhadap PSAK.  Dengan adanya konvergensi ini, maka akan memepengaruhi penggunaan konsep dan metode yang selama ini digunakan di Indonesia.  Salah satunya adalah tidak diberlakukannya konsep konservatisme yang dianggap bertentangan dengan konsep fair value dan akan digantikan dengan konsep prudence.
Akan tetapi, konsep konservatisme ada kemungkinan tetap akan digunakan disuatu perusahaan.  Penggunaan konsep konservatisme ini bergantung pada kondisi internal pada perusahaan tersebut.  Menurut Anggraini (2008) bahwa perusahaan yang menggunakan prinsip konservatisme cenderung memiliki investasi yang tersembunyi sehingga konservatisme cenderung digunakan oleh perusahaan yang sedang tumbuh.


No comments:

Post a Comment