PEMBAHASAN
AKUNTANSI
KONSERVATISME
1.
Pengertian Akuntansi Konservatisme
Prinsip
konservatisme (conservatism principle) adalah suatu prinsip pengecualian atau
modifikasi dalam hal bahwa prinsip tersebut bertindak sebagai batasan terhadap
penyajian data akuntansi yang relevan dan andal. Prinsip konservatisme
menganggap bahwa ketika memilih antara dua atau lebih teknik akuntansi yang
berlaku umum, suatu preferensi ditunjukkan untuk opsi yang memiliki dampak
paling tidak menguntungkan terhadap ekuitas Pemegang saham Secara lebih
spesifik prinsip tersebut mengimplikasikan bahwa nilai terendah dari aktiva dan
pendapatan serta nilai tertinggi dari kewajiban dan beban yang sebaiknya
dipilih untuk dilaporkan. oleh karena itu, prinsip konservatisme mengharuskan
bahwa akuntan menampilkan sikap pesimistis secara umum ketika memilih teknik akuntansi
untuk pelaporan keuangan. Untuk mencapai tujuan guna memahami laba dan aktiva
sekarang, prinsip konservatisme dapat mengarah pada perlakuan yang merupakan
penyimpangan terhadap pendekatan yang dapat diterima atau teoretis.
Misalnya saja, adopsi konsep "mana yang lebih rendah antara
biaya atau harga pasar" berlawanan dengan prinsip historis' Meskipun
penilaian LIFO dan depresiasi dipercepat umumnya dipandang sebagai
tindakan-tindakan yang kontra-inflasi,
hal tersebut dapat dipandang sebagai akibat dari adopsi prinsip konservatisme.
Dengan demikian Chatfield berpendapat bahwa Keduanya [ LIFO dan depresiasi
dipercepat] memaksakan tradisi yang lebih tua dari konservatisme neraca, begitu
rupa sehingga pembayar pajak masih diperbolehkan untuk menggunakan penilaian
persediaan LIFO bersama-sama dengan metode mana yang lebih rendah antara biaya
atau harga pasar. Keduanya mengutamakan kebutuhan manajemen akan penilaian yang
lebih tepat.
Di masa
lalu, konservatisme telah digunakan ketika berurusan dengan ketidakpastian
dalam lingkungan dan terlalu optimisnya manajer dan pemilik serta juga ketika
melindungi kreditor terhadap distribusi yang tidak sah atas aktiva perusahaan
sebagai dividen. Konservatisme adalah nilai yang dijunjung tinggi di masa lalu
dibandingkan di masa ini. Nilai tersebut telah mengarah pada provisi atau
kewajiban atau keduanya yang arbitrer dan tidak konsisten.
Sterling
menyebut konservatisme sebagai "prinsip penilaian akuntansi yang paling
kuno dan mungkin paling bertahan.” Hari ini, penekanan pada penyajian yang
objektif dan adil serta keutamaan investor sebagai pengguna telah mengurangi
ketergantungan pada konservatisme. Konservatisme saat ini dipandang lebih
sebagai pedoman'untuk diikuti dalam situasi luar biasa, dan bukan sebagai aturan
umum untuk diterapkan secara kaku dalam semua situasi. Konservatisme masih
digunakan dalam beberapa situasi yang memerlukan penilaian akuntan, seperti
memilih estimasi umur manfaat dan nilai sisa dari aktiva untuk akuntansi
depresiasi dan konsekuensi aturan dari penerapan konsep “mana yang lebih rendah
antara biaya atau harga pasar" (lower-of-cost-markef) dalam penilaian
persediaan dan efek-efek ekuitas yang dapat dijual. Karena hal tersebut pada
dasarnya adalah manifestasi dari intervensi akuntan yang dapat menimbulkan
bias, kesalahan, distorsi yang mungkin, dan laporan yang menyesatkan, pandangan
saat ini mengenai konservatisme sebagai prinsip akuntansi cenderung untuk
menghilang.
Watts (2003) mendefinisikan konservatisme sebagai prinsip
kehati-hatian dalam pelaporan keuangan dimana perusahaan tidak terburu-buru
dalam mengakui dan mengukur aktiva dan laba serta segera mengakui kerugian dan
hutang yang mempunyai kemungkinan yang terjadi. Penerapan prinsip ini
mengakibatkan pilihan metode akuntansi ditujukan pada metode yang melaporkan
laba atau aktiva yang lebih rendah serta melaporkan hutang lebih tinggi. Dengan
demikian, pemberi pinjaman akan menenrima perlindungan atas risiko menurun (downside
risk) dari neraca yang menyajikan aset bersih dan laporan keuangan yang
melaporkan berita buruk secara tepat waktu (Haniati dan Fitriany, 2010). GIvoly
dan Hayn (2000) mendefinisikan konservatisme sebagai pengakuan awal untuk biaya
dan rugi serta menunda pengakuan untuk pendapatan dan keuntungan.
Menurut Watts (2003)
konservatisme mempunyai 4 tujuan, diantaranya adalah:
1. Membatasi
manajer dalam berperilaku oportunistik;
Manajer yang mempunyai tanggungjawab terhadap laporan
keuangan kepada investor dalam hal pengambilan keputusan, membuat manajemen
cenderung mempengaruhi angka-angka dalam laporan keuangan untuk kepentingan
manajemen. Dalam hal ini konservatisme bisa membatasi perilaku manajemen untuk
bertindak oportunistik.
2. Meningkatkan nilai
perusahaan;
Dengan membatasi adanya perilaku oportunistik dari manajemen
maka nilai perusahaan dapat meningkat.
3. Mengurangi potensi
tuntutan hukum;
Peningkatan laba yang terlalu tinggi mendorong tingginya
tuntutan hukum yang harus dilaksanakan, dengan adanya hal tersebut maka
mendorong manajemen bertindak konservatif.
4. Mentaati peraturan.
Peratusan yang dibuat oleh penyusun standar, memberikan
perusahaan untuk melakukan penetapan metoda peniliaian persediaan pada harga
yang fluktuatif.
Yona (2013) menyatakan dalam jurnalnya bahwa dengan adanya
pemilihan metode-metode tersebut maka akan berpengaruh pada angka-angka yang
dituangkan dalam laporan keuangan, dengan kata lain konsep konservatisme secara
tidak langsung akan mempengaruhi hasil dari laporan keuangan, sehingga
angka-angka dalam laporan keuangan tersebut menjadi bias.
Pengukuran untuk menyatakan konsep
konservatisme (Watts, 2003b) dalam Fitri (2010) meliputi:
1.
Net asset measures
Salah
satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui konservatisme laporan
keuangan seperti yang digunakan oleh Beaver dan Ryan (2000) adalah nilai aktiva
yang understatement dan kewajiban yang overstatement.
2.
Earning/accrualmeasure
Pada
tipe ini, konservatisme diukur dengan menggunakan akrual, yaitu selisih antara
laba bersih dari kegiatan operasional dengan arus kas.
3. Earning/stock relation measure
Stock market price berusaha untuk
merefleksikan perubahan nilai asset pada saat terjadinya perubahan baik
perubahan atas rugi ataupun laba dalam nilai asset- stock return tetap berusaha
untuk melaporkannya sesuai dengan waktunya.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa
konservatisme akuntansi memiliki peranan dalam teori keagenan untuk penentuan
praktik yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau masalah keagenan.
Praktik di perusahaan ternyata agen dalam aktifitasnya seringkali tidak sesuai
dengan kontrak kerja yang dibuat dengan pemegang saham yaitu agen lebih
cenderung untuk meningkatkan kesejahteraannya sendiri. Hal ini dapat terjadi
karena munculnya asimetri informasi antara agen dan pemegang saham, sehingga
agen berpeluang untuk melaksanakan praktik ini dengan cara memanipulasi laporan
keuangan. konservatisme akuntansi dapat berperan dalam teori keagenan untuk
mencegah adanya asimetri informasi dengan cara membatasi agen dalam melakukan
praktik manipulasi laporan keuangan.
Definisi resmi dari konservatisme terdapat dalam Glosarium
Pernyataan Konsep No.2 FASB (Financial Accounting Statement Board) yang
mengartikan konservatisme sebagai reaksi yang hati-hati (prudent reaction)
dalam menghadapi ketidakpastian yang melekat pada perusahaan untuk mencoba
memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko dalam lingkungan bisnis yang sudah
cukup dipertimbangkan. Juanda (2007) menyatakan bahwa konservatisme merupakan
prinsip akuntansi yang jika diterapkan akan menghasilkan angka-angka laba dan
aset cenderung rendah, serta angka-angka biya dan hutang cenderung tinggi.
Kecenderungan seperti itu terjadi karena konservatisme menganut prinsip
memperlambat pengakuan pendapatan serta mempercepat pengakuan biaya. Akibatnya,
laba yang dilaporkan cenderung terlalu rendah (understatement).
Berdasarkan definisi tsb maka praktek konservatisme
akuntansi sering memperlambat atau menunda pengakuan pendapatan yang mungkin
terjadi, tetapi mempercepat pengakuan biaya yang mungkin terjadi. Sementara itu
dalam penilaian aset dan hutang, aset dinilai pada nilai paling rendah dan
sebaliknya, hutang dinilai pada nilai yang paling tinggi.
2.
Konservatisme Akuntansi dalam PSAK
PSAK sebagai standar pencatatan
akuntansi di Indonesia menjadi pemicu timbulnya penerapan prinsip konservatisme.
Pengakuan prinsip konservatisme di dalam PSAK tercermin dengan terdapatnya
berbagai pilihan metode pencatatan di dalam sebuah kondisi yang sama. Hal tsb
akan mengakibatkan angka-angka yang berbeda dalam laporan keuangan yang pada
akhirnya akan menyebabkan laba yang cenderung konservatif. Beberapa pilihan
metode pencatatan di dalam PSAK yang dapat menimbulkan laporan keuangan
konservatif diantaranya adalah:
- PSAK No. 14
tentang persediaan yang menyatakan bahwa perusahaan dapat mencatat biaya
persediaan dengan menggunakan salah satu metode yaitu FIFO (first in
first out) atau masuk pertama keluar pertama dan metode rata-rata
tertimbang.
- PSAK No. 16
tentang aktiva tetap dan aktiva lain-lain yang mengatur estimasi masa
manfaat suatu aktiva tetap. Estimasi masa manfaat suatu aktiva didasarkan
pada pertimbangan manajemen yang berasal dari pengalaman perusahaan saat
menggunakan aktiva yang serupa. Estimasi masa manfaat tsbharuslah diteliti
kembali secara periodik dan jika manajemen menemukan bahwa masa manfaat
suatu aktiva berbeda dari estimasi sebelumnya maka harus dilakukan
penyesuaian atas beban penyusutan saat ini dan di masa yang akan
datang. Standar ini memungkinkan perusahaan untuk mengubah masa manfaat
aktiva yang digunakan dan dapat mendorong timbulnya laba yang konservatif.
- PSAK No. 19
tentang aset tidak berwujud yang berkaitan dengan metode amortisasi.
Dijelaskan bahwa terdapat beberapa metode amortisasi untuk mengalokasikan
jumlah penyusutan suatu aset atas dasar yang sistematis sepanjang masa
manfaatnya.
- PSAK No. 20
tentang biaya riset dan pengembangan yang menyebutkan bahwa alokasi biaya
riset dan pengembangan ditentukan dengan melihat hubungan antara biaya dan
manfaat ekonomis yang diharapkan perusahaanakan diperoleh dari kegiatan
riset dan pengembangan. Apabila besar kemungkinan biaya tsb akan
meningkatkan manfaat ekonomis di masa yang akan datang dan biaya tsb dapat
diukur secara handal, maka biaya-biaya tsb memenuhi syarat untuk diakui
sebagai aktiva.
Dengan adanya pilihan metode tsb akan
berpengaruh terhadap angka-angka yang disajikan dalam laporan keuangan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa secara tidak langsung konsep konservatisme ini
akan mempengaruhi hasil dari laporan keuangan tsb. Penerapan konsep ini juga
akan menghasilkan laba yang berfluktuatif akan mengurangi daya prediksi laba
untuk memprediksi aliran kas perusahaan pada masa yang akan datang (Sari dan
Adhariani, 2009).
3. Konservatisme
dalam IFRS
Konservatisme akuntansi tidak
menjadi prinsip yang diatur dalam standar akuntansi Internasional (IFRS).
Hellman (2007) menyatakan bahwa jika dibandingkan dengan akuntansi
konvensional, IFRS (International Financial Reporting Standards)
berfokus pada pencatatan yang relevanang semkin sehingga menyebabkan
ketergantungan yang semakin tinggi terhadap estimasi dan berbagai judgement.
Dalam hal ini, kebijakan yang ditetapkan IASB (International Accounting
Standard Board) tsb menyebabkan semakin berkurangnya penekanan atas
penerapan akuntansi konservatif secara konsisten dalam pelaporan keuangan
berdasarkan IFRS.
Khairina (2009) menyebutkan ada
beberapa poin dalam IFRS mengenai semakin berkurangnya penekanan atas
penggunaan akuntansi konservatif dalam IAS (International Accounting
Standard) antara lain:
- IAS 11 (Zero Profit Recognition for
Fixed-Price Contracts), versi terbaru dari IAS mulai
berlaku sejak tahun 1995. Standar ini mengatur mengenai penggunaan POC (Percentage
of Completion) untuk pengakuan pendapatan dan biaya dalam kontrak
konstruksi sebagai pengganti dari metode CC (Complete Contract).
Hellman (2007) menyatakan bahwa metode CC dinilai lebih konservatif
dibandingkan metode POC karena dalam metode CC dinilai lebih konservatif
dibandingkan metode POC karena dalam POC karena dalam metode CC nilai
keuntungan yang dapat diakui perusahaan akan mengalami understatement
selama proses kontrak dan akan mengalami overstatement
setelah kontrak selesai. Hal ini disebabkan perusahaan hanya boleh
mengakui pendapatan dari kontrak konstruksi tsb setelah proses konstruksi
selesai. Sementara dalam metode POC perusahaan dapat mengakui pendapatan
berdasarkan estimasi persentase penyelesaian kontrak pada tanggal neraca.
- IAS 12 (Deferred Tax Asset),
mengatur mengenai pengakuan deferred tax asset pad neraca jika
meungkin (probable) terdapat future taxable profit. Sebelum
dikeluarkannya IAS 12 tsb, deferred tax asset tidak diakui di dalam
neraca karena terdapat ketidakjelasan atas perolehan taxable profit
di masa yang akan datang. Pemebrlakuan efektif IAS 12 tsb mempersentasikan
perlakuan akuntansi yang kurang konservatif (Hellman, 2007).
- IAS 16 (Property, Plant, and Equipment),
mengatur bahwa dalam pengukuran nilai aktiva tetap, perusahaan dapat
memilih penggunaan metode biaya atau revaluasi. Metode biaya menggunakan
metode yang telah lama digunakan dalam akuntansi konvensional, sementara
metode revaluasi yang mensyaratkan perusahaan untuk memperbarui aktiva
secara periodik atas nilai pasarnya dinyatakan sebagai metode kurang
konservatif. Dalam metode akuntansi ini, perusahaan dapat emngakui
peningkatan nilai aktiva sebagai penambahan atas modal atau peningkatan
nilai pendapatan jika penurunan nilai pada periode sebelumya telah diakui
sebagai biaya.
- IAS 38 (Capitalism of Development Cost), pertama
kali dikeluarkan pada tahun 1998, kemudian diikuti dengan revisinya yang
berlaku sejak tanggal 31 maret 2004. Berdasarkan IAS 38, aktiva tidak
berwujud yang berasal dari aktivitas pengembangan diakui sebagai aktiva
jika telah memenuhi beberapa syarat tertentu. Sebelum diberlakukannya
standar ini, pembebanan langsung menjadi acuan utama dalam perlakuan
akuntansi yang kurang konservatif.
4. Perbandingan IFRS dan PSAK
Cakupan
Pengaturan
Desain IFRS diperuntukkan untuk
entitas yang bersifat profit oriented SME (small medium enterprise). IFRS belum
mengatur standar akuntansi untuk perusahaan berbasis syariah. Sedangkan SAK
diperuntukkan bagi entitas yang bersifat profit oriented, nirlaba, UKM (Usaha
Kecil Menengah) yang disebut SAK ETAP, dan perusahaan berbasis syariah. Berikut
ini merupakan perbandingan antara IFRS dan PSAK:
a. Kerangka Dasar
- IFRS: memungkinkan penilaian aktiva berwujud dan
tidak berwujud menggunakan nilai wajar. laporan keuangan harus disajikan
dengan basis true and fair (IFRS framework).
- SAK: sama seperti IFRS, PSAK memberikan alternatif
penggunaan nilai wajar untuk menilai kembali aktiva tetap berwujud dan
tidak berwujud. Laporan keuangan disajikan dengan fairly stated (kerangka
dasar par.46)
b. Pernyataan
Kepatuhan akan Standar
- IFRS: entitas harus membuat pernyataan eksplisit tentang
kepatuhan akan standar IFRS.
- SAK: entitas tidak harus membuat pernyataan
kepatuhan akan SAK.
c. Prinsip
Ketetpatan Waktu (timeliness)
- IFRS: Tidak diatur secara khusus kapan entitas
menyajikan laporan keuangan.
- SAK: Dianjurkan agar entitas menyajikan laporan
keuangan paling lama 4 bulan setelah tanggal neraca.
d. Basis
Standar
- IFRS: menganut standar akuntansi berbasis prinsip
untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keterbandingan laporan
keuangan antar entitas secara global.
- SAK: menganut standar akuntansi berbasis aturan.
e. Prinsip
Konservatif
- IFRS: tidak lagi mengakui prinsip konservatif
namun diganti dengan prinsip kehati-hatian (prudence).
- SAK: masih mengakui prinsip konservatif
PENUTUP
5. Kesimpulan
Dalam penyusunan
Laporan Keuangan didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
yang di dalamnya terdapat beberapa konsep dan asumsi. Salah satu konsep tersebut adalah konsep
konservatisme, yaitu sebuah konsep yang akan segera mengakui beban jika ada
indikasi beban tersebut akan terjadi dan pendapatan akan diakui setelah ada
kepastian realisasi.
Konsep ini dianggap
controversial karena banyaknya perdebatan yang menyertainya. Menurut Watts (2003) konsep ini di satu sisi,
dianggap sebagai kendala yang akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Di
sisi lain, konservatisme akuntansi bermanfaat untuk menghindari perilaku
oportunistik manajer berkaitan dengan kontrak-kontrak yang menggunakan laporan
keuangan sebagai media kontrak. Selain
itu, Beberapa
peneliti menyatakan bahwa konservatisme akuntansi memiliki peranan dalam teori
keagenan untuk penentuan praktik yang paling efisien yang bisa membatasi
konflik atau masalah keagenan.
Terlepas dari semua perdebatan itu pada tahun 2012 IAI
menyatakan bahwa akan melakukan konvergensi penuh IFRS terhadap PSAK. Dengan adanya konvergensi ini, maka akan
memepengaruhi penggunaan konsep dan metode yang selama ini digunakan di
Indonesia. Salah satunya adalah tidak
diberlakukannya konsep konservatisme yang dianggap bertentangan dengan konsep fair value dan akan digantikan dengan
konsep prudence.
Akan
tetapi, konsep konservatisme ada kemungkinan tetap akan digunakan disuatu
perusahaan. Penggunaan konsep
konservatisme ini bergantung pada kondisi internal pada perusahaan
tersebut. Menurut Anggraini (2008) bahwa
perusahaan yang menggunakan prinsip konservatisme cenderung memiliki investasi
yang tersembunyi sehingga konservatisme cenderung digunakan oleh perusahaan
yang sedang tumbuh.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments